Ketua Komisi X DPR Tolak Segala Upaya Penurunan Alokasi Anggaran Pendidikan dari APBN

Laporan: Juven Martua Sitompul
Jumat, 06 September 2024 | 11:32 WIB
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. (SinPo.id/Dok. DPR RI)
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. (SinPo.id/Dok. DPR RI)

SinPo.id - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menolak permintaan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani agar patokan alokasi 20 persen anggaran pendidikan dari belanja negara ke pendapatan negara. Langkah itu dinilai bakal menurunkan besaran belanja wajib APBN untuk penyelenggaraan pendidikan di Tanah Air.

"Kami menolak segala upaya yang berdampak pada penurunan alokasi anggaran pendidikan dari APBN karena pasti berdampak pada kualitas layanan pendidikan di Tanah Air," kata Huda kepada wartawan, Jakarta, Jumat, 6 September 2024.

Huda tak bisa membayangkan jika dana pendidikan benar-benar dikurangi. Mengingat, dengan skema yang berjalan saat ini saja masih banyak anak di Indonesia yang tidak bisa melanjutkan sekolah dengan alasan biaya.

Huda menilai jika formulasi 20 persen APBN untuk pendidikan berpatokan pada pendapatan negara akan berpotensi menurunkan besaran anggaran untuk pendidikan. Menurutnya, dalam penyusunan APBN besaran belanja negara selalu diproyeksikan lebih besar ketimbang pendapatan negara.

"Dalam RAPBN 2025 misalnya pos belanja negara diproyeksikan mencapai Rp3.613 triliun sedangkan pos pendapatan negara hanya diproyeksikan mencapai Rp2.996,9 triliun. Maka jika patokan 20 persen mandatory spending pendidikan pada pendapatan negara sudah pasti menurunkan alokasi dana pendidikan," katanya.

Huda menegaskan pendidikan layak menjadi prioritas dalam rencana pembangunan yang termuat dalam belanja atau pengeluaran negara. Dia merujuk Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 yang menegaskan bahwa negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen APBN serta dari APBD untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional.

"Konstitusi kita dengan jelas menyebutkan bahwa negara wajib menyediakan layanan pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM kita, baik dalam hal karakter maupun skill pengetahuan. Jangan sampai hal ini kemudian diutak atik untuk mengakomodasi kepentingan lain," katanya.

Huda mengatakan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih banyak menghadapi kendala karena keterbatasan biaya. Mulai dari tingginya uang kuliah tunggal di pendidikan tinggi, tidak seimbangnya jumlah kursi SMA negeri dengan peminatnya, rendahnya kesejahteraan guru, hingga kurangnya sarana/prasarana sekolah terutama di wilayah 3T.

"Belum lagi pada belum optimalnya kualitas lulusan sekolah kita yang tercermin pada rendahnya kemampuan literasi, sains, maupun matematika jika dibandingkan dengan negara-negara lain," katanya.

Legislator Fraksi Partai PKB ini menilai pengelolaan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN belum optimal. Terutama, dalam proses distribusi sehingga memengaruhi kualitas layanan pendidikan di Indonesia.

"Jadi kalau mau fair perbaikannya bukan pada utak-atik besaran anggaran dari APBN tetapi pada mekanisme distribusinya sehingga anggaran pendidikan benar-benar untuk fungsi pendidikan bukan untuk kepentingan atau program lain yang disamarkan seolah-olah untuk fungsi pendidikan," tegasnya.sinpo