VONIS BEBAS RONALD TANNUR

Praktisi Hukum Nilai Rekomendasi Pemberhentian Hakim Kasus Ronald Tannur Kurang Tepat

Laporan: Tri Setyo Nugroho
Selasa, 03 September 2024 | 15:07 WIB
Praktisi hukum Henry Indraguna (SinPo.id/ Dok. Pribadi)
Praktisi hukum Henry Indraguna (SinPo.id/ Dok. Pribadi)

SinPo.id - Praktisi hukum Henry Indraguna menilai rekomendasi pemberhentian terhadap hakim-hakim PN Surabaya yang mengadili kasus Ronald Tannur kurang tepat. Menurutnya, hakim tak mungkin memutuskan suatu perkara tanpa melihat fakta hukum yang ada.

"Menurut saya kurang tepat apabila kemudian dikatakan hakim di dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut mengabaikan bukti dan saksi. Karena secara hukum penilaian terhadap bukti dan saksi tersebut mutlak merupakan hak penuh dari hakim yang bersangkutan, dan tidak ada satu pihak pun yang dapat mengintervensinya," kata Henry dalam keterangannya, Selasa, 3 September 2024. 

Henry menyebut, dalam dalam pertimbangan putusannya hakim tentu telah memberikan dan memuat alasan-alasan yang sah, sebagaimana digariskan di dalam Pasal 50 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 48  Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal tersebut menyatakan putusan pengadilan selain harus memuat  alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang  bersangkutan  atau  sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. 

"Dan juga telah menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat seperti yang digariskan di dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal itu menyatakan bahwa Hakim dan Hakim Konstitusi wajib  menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat," katanya.

Komisi Yudisial, kata Henry, dalam kapasitasnya sebagai pengawas harus melakukan pengawasan berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal itu menyatakan, dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  39  dan Pasal 40, Komisi Yudisial wajib: a). menaati norma dan peraturan perundang-undangan; b). berpedoman pada Kode  Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; dan c). menjaga kerahasiaan keterangan atau  informasi yang diperoleh.

"Dan apabila KY melakukan pengawasan di luar itu, tentunya secara hukum hal tersebut tidak berdasar dan sewenang-sewenang," ucap dia.

Rekomendasi pemberhentian hakim, sambung Henry, bukan ranahnya KY akan tetapi sudah masuk ranahnya Hakim pada Tingkat Kasasi. Sehingga menurutnya apa yang dilakukan KY sudah melebihi dari kewenangannya. 

"Sudah overlapping karena KY telah masuk memeriksa pokok perkara," jelasnya.

Lebih jauh Henry mengatakan, perkara tersebut oleh Kejaksaan Agung RI telah diajukan Kasasi. Sehingga menurutnya, sebaiknya pihak mana pun senantiasa menghormati putusan hakim tersebut. 

Karena meskipun KY telah mengeluarkan/menerbitkan rekomendasi berupa pemberhentian terhadap hakim-hakim tersebut, akan tetapi putusan hakim tersebut secara hukum akan tetap berlaku dan dinggap sah dan tidak batal.

"Karena yang dapat membatalkan putusan tersebut secara hukum hanya peradilan yang lebih tinggi yakni Hakim Agung pada Tingkat Kasasi," tandasnya.
 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI