Pengamat : Posisi Pemerintah dalam KK Freeport Sangat Lemah

Laporan:
Jumat, 24 Februari 2017 | 06:40 WIB

JAKARTA, sinpo - Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean, mengungkapkan bahwa sejak awal lahirnya Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia, posisi Pemerintah dalam KK tersebut sangatlah lemah.

Pasalnya, menurut Ferdinand, landasan hukum yang dipakai KK Freeport pada waktu itu adalah Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU Nomor 37 Tahun 1960 tentang Pertambangan.

"Sejak awal bahwa KK Freeport ini lemah bagi posisi kita sebagai bangsa, lemah sebagai posisi kita pemilik, karena kedaulatan kita atas tambang di Papua itu di dalam KK Freeport sangat lemah," ungkapnya dalam diskusi di Media Centre DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (23/02).

Ferdinand mengatakan, dikarenakan lemahnya landasan hukum yang dijadikan dasar pembuatan KK tersebut, membuat Freeport sangat berkuasa di tanah Papua.

"Bahkan sekarang bagaikan negara di dalam negara yang tidak bisa kita sentuh. Presiden sekalipun kalau mau ke area tambang freeport itu pun tidak akan bisa masuk kalau tidak diizinkan oleh Freeport. Ini bahayanya, ini mengerikannya, salah satu apa yang ada di KK itu," ujarnya.

Ferdinand menuturkan, pada saat perpanjangan KK Freeport tersebut dilakukan, yakni di tahun 1991, sayangnya KK itu pun masih tetap menggunakan dasar hukum yang sama karena pada saat itu belum dibuat UU baru terkait PMA ataupun Pertambangan.

"Sehingga KK perpanjangan itu juga kelemahannya semakin banyak, salah satu contoh yang bikin kita lemah dan miris disitu adalah pasal 31 di KK yang menyatakan bahwa freeport itu berhak mengajukan perpanjangan kapan saja dan di huruf B-nya itu menyatakan Indonesia tidak boleh mencari-cari alasan untuk menolak perpanjangan tersebut," katanya.

Untuk itulah, Ferdinand menambahkan, polemik yang terjadi saat ini diantara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia bermula dari lemahnya KK yang telah ditandatangani tersebut.

"Artinya apa, KK itulah yang menjadi biang masalah bagi kemelut sekarang," ungkapnya.

Sekadar informasi, saat ini pihak PT Freeport Indonesia akan menggugat Pemerintah Indonesia di pengadilan Arbitrase Internasional karena telah mengeluarkan kebijakan yang merubah KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 2017. (Dny/Tsa)

TAG:
BERITALAINNYA
BERITATERKINI