Profil Taruna Ikrar, Kepala BPOM yang Pernah Bikin Kontroversi

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 19 Agustus 2024 | 14:21 WIB
Kepala BPOM, Taruna Ikrar saat dilantik Presiden Jokowi. (SinPo.id/Antara)
Kepala BPOM, Taruna Ikrar saat dilantik Presiden Jokowi. (SinPo.id/Antara)

SinPo.id - Presiden Joko Widodo kembali melakukan reshuflle menteri dan kepala badan/lembaga negara, dua bulan sebelum purna tugasnya. Salah satu pejabat baru yang dilantik di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 19 Agustus 2024, adalah Taruna Ikrar sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggantikan Penny Lukito. 

Pelantikan tersebut Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 115/PPA Tahun 2024 tentang Pengangkatan Pejabat Tinggi Utama di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dibacakan oleh Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara Nanik Purwanti. 

Berikut sosok Taruna Ikrar:

Taruna Ikrar lahir di Makassar, 15 April 1969. Ia merupakan seorang dokter dan ahli dibidang farmasi, jantung, dan syaraf.

Dalam rekam jenjang pendidikannya, Taruna lulus sarjana kedokteran Universitas Hasanuddin di Makassar tahun 1994. Tiga tahun kemudian, tepatnya 1997, Taruna mengantongi gelar profesi dokter. 

Tak berhenti di sana, Taruna melanjutkan pendidikan master bidang Farmakologi di Universitas Indonesia (UI) lulus tahun 2003. 

Haus akan ilmu, Taruna mendapat beasiswa dari pemerintahan Jepang untuk meneruskan pendidikan spesialisasi penyakit jantung di Niigata University of Pharmacy and Applied Life Sciences, Jepang pada 2008, dengan gelar Ph.D.Med.Sc. 

Ia juga mendapat beasiswa dari program post-doctoral di bidang neurosains di School of Medicine, University of California, Amerika Serikat. 

Namanya juga tercatat sebagai salah satu pemegang paten metode pemetaan otak manusia.

Taruna tercatat aktif di kepengurusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua PB IDI periode 2000-2003.

Untuk organisasi internasional, Taruna menjadi anggota American Cardiology Collage, and Society for Neurosciences, International Heart Research Association, Asia Pacific Hearth Rhythm Association, dan Japanese Cardiologist Association.

Taruna pernah mengajar di Departemen Biotechnology dan Neuroscience, Surya University pada tahun 2014, serta menjadi adjunct professor di Department Neurology, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Kontroversi

Nama Taruna Ikrar sempat menjadi perhatian publik pada 2023 lalu. Saat itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mencabut gelar profesornya. 

Gelar tersebut dicabut ketika Taruna berstatus sebagai guru besar di Universitas Malahayati, Bandar Lampung, Lampung.

Padahal, 10 Oktober 2022, Nadiem Makarim juga mengangkat Taruna sebagai guru besar tetap di Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, Lampung.

Kontroversi terkait Taruna Ikrar mencuat pada tahun 2017, terutama mengenai klaim nominasi Nobel 2016 untuk penemuan optogenetics.

Namun, Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) menganggap klaim tersebut tidak akurat, berdasarkan surat dari UC Irvine dan pernyataan Taruna. I-4 juga meragukan keabsahan statusnya sebagai guru besar penuh dan dekan di Pacific Health Sciences University (PHSU).

Menurut data dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi per 2023, Taruna Ikrar masih terdaftar sebagai dokter pendidik klinis di Universitas Malahayati dan terakhir kali mengajar pada semester genap 2022.

Di laman resmi Universitas Malahayati, terdapat laporan tentang kuliah umum yang diberikan Taruna pada 9 Agustus 2023 di President University. Di mana, ia membagikan pengalaman seputar menjadi peneliti kelas dunia.

Kontroversial lainnya, saat Menkes Terawan Putranto mengangkat Taruna sebagai Ketua Konsil Kedokteran (KKI), pada 2020. IDI yang berseberangan dengan Terawan, memprotes pengangkatan tersebut. 

Ketika Terawan tak lagi menjadi menteri setelah diresheffle di tengah wabah Covid-19, Taruna menjadi promotor pengukuhan koleganya, Terawan, sebagai Profesor Kehormatan di Universitas Pertahanan RI (Unhan).

Terawan selama ini dekat dengan para petinggi negara terkait dengan metode medis "cuci otak" dan vaksin Nusantara yang dijalankannya di RSPAD Gatot Subroto. Dia juga mendirikan Persatuan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) yang oleh KKI disebut sederajat dengan IDI.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI