Penerapan Cukai Makanan Siap Saji Harus Dibahas secara Komprehensif
SinPo.id - Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Siswaja Lukman, mengaku memahami akan ada dilema dari rencana penerapan cukai makanan siap saji. Di satu sisi pemerintah ingin mengendalikan konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) untuk menurunkan angka penyakit tidak menular (PTM), tapi sisi lainnya akan berdampak pada daya beli masyarakat.
Karena itu, pelaku usaha bakal berkoordinasi dengan pemerintah, untuk mencari solusi yang komprehensif dan efektif dalam penerapannya nanti.
"Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah dan pihak terkait untuk mencari cara terbaik dalam menerapkan kebijakan ini tanpa mengorbankan daya beli masyarakat," kata Adhi saat dikonfirmasi SinPo.id, Jumat, 9 Agustus 2024.
Adhi menyampaikan, GAPMMI mendukung upaya pemerintah dalam mengendalikan konsumsi GGL.
"Kami masih dalam proses membuat tim untuk menyusun daftar masalah yang akan disampaikan kepada pemerintah. Kami sudah mengajukan masukan sebelum Peraturan Pemerintah (PP) tersebut diterbitkan, namun beberapa hal masih perlu dibahas lebih lanjut," ujar Adhi.
Di sisi lain, Adhi mengingatkan, tanpa pertimbangan matang dan hati-hati, kebijakan cukai makanan siap saji, berdampak besar pada ekonomi, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"Kami khawatir bahwa cukai ini akan mengurangi daya beli masyarakat dan mengganggu perekonomian. Jika tidak diterapkan dengan hati-hati, kebijakan ini bisa memberikan dampak negatif yang lebih besar daripada manfaatnya," ujarnya.
Menurut Adhi, gula, garam, dan lemak memiliki peran penting dalam pengolahan makanan dan minuman.
"Gula, misalnya, tidak hanya berfungsi untuk memberikan rasa, tetapi juga untuk pengawetan dan pembentukan tekstur. Kita tidak bisa mengabaikan kebutuhan gula dalam proses produksi makanan," tuturnya.
Meskipun ada kekhawatiran bahwa konsumsi gula berlebih dapat menyebabkan penyakit tidak menular, Adhi menekankan pentingnya edukasi kepada konsumen mengenai batasan konsumsi yang sehat.
Pemerintah dan pelaku usaha perlu bekerja sama dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai konsumsi gula yang sehat.
"Penting untuk mengedukasi konsumen bahwa gula sebaiknya dikonsumsi dalam batas yang wajar. Meskipun makanan dan minuman manis sering kali dianggap sebagai bagian dari budaya, konsumsi yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan," kata Adhi.
Lebih lanjut, Adhi mengungkapkan bahwa banyak produsen telah melakukan reformasi untuk mengurangi kandungan gula dalam produk mereka.
"Kami telah berupaya mengurangi gula secara bertahap dalam produk. Bahkan, beberapa produsen ekstrem telah mengeluarkan produk tanpa gula sama sekali," ucapnya.
Namun, Adhi menambahkan bahwa penting bagi konsumen untuk membaca label dan memahami kandungan gula dalam produk yang mereka konsumsi.
Produsen makanan dan minuman juga perlu mematuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kami harus memastikan bahwa produk kami memenuhi batasan yang ditetapkan oleh BPOM untuk mendapatkan izin edar," kata Adhi.
Di sisi lain, Adhi menekankan pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat dalam mengelola konsumsi gula. "Konsumen harus memahami bahwa gula juga berasal dari makanan alami seperti buah-buahan. Jadi, total asupan gula harus diperhatikan," ungkapnya.
Mengenai jenis makanan dan minuman yang akan dikenakan cukai, Adhi menjelaskan bahwa detailnya masih belum sepenuhnya jelas.
"Dalam PP tersebut, pemerintah menyebutkan kemungkinan pengenaan cukai pada makanan cepat saji dan makanan olahan. Namun, rincian lebih lanjut akan diatur dalam peraturan pelaksanaan yang masih dalam pembahasan," tukasnya.