Soal Frasa Pemeriksaan KPU di Pasal 140 UU Pemilihan, Ini Kata Bawaslu

Laporan: Tim Redaksi
Rabu, 07 Agustus 2024 | 13:08 WIB
Anggota Bawaslu Puadi (SinPo.id/ Dok. Bawaslu)
Anggota Bawaslu Puadi (SinPo.id/ Dok. Bawaslu)

SinPo.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyebut frasa memeriksa dan memutus yang dilakukan KPU dalam Pasal 140 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 terkait pelanggaran administrasi, hendaknya tetap dimaknai berdasarkan rekomendasi lembaganya. 

Anggota Bawaslu RI Puadi memandang KPU tidak perlu melakukan kajian atau pemeriksaan dari awal pelanggaran administrasi tersebut lantaran objeknya ialah rekomendasi pihaknya. 

Menurut dia, dalam praktiknya rekomendasi yang diberikan Bawaslu kepada KPU kerap kali diabaikan, sehingga rekomendasi Bawaslu tersebut kerap tidak bermakna secara hukum.

"Selama ini, tindak lanjut KPU bisa sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu, namun tak jarang pula KPU memeriksa kembali pihak-pihak terkait yang hasilnya bisa berbeda dengan rekomendasi Bawaslu lantaran ada ketentuan di Pasal 140," kata Puadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 7 Agustus 2024.

Berdasarkan catatan Bawaslu, Puadi mengatakan pada Pilkada tahun 2020 ada sembilan rekomendasi terkait diskualifikasi pasangan calon (paslon) yang diterbitkan oleh Bawaslu. 

Namun, kata dia, hanya satu yang ditindaklanjuti oleh KPU dan beberapa diantaranya ada di Kota Banggai, Ogan ilir, Pegunungan Bintang, Gorontalo, Kutai Kartanegara, Halmahera Utara, Nias, dan Tasikmalaya.

"Nah ini terjadi perbedaan pemaknaan frasa diketentuan Pasal 140 yang dilakukan pemeriksaan ulang," ungkap Puadi. 

Dalam pandangan Bawaslu, keputusan yang diambil KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dalam menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilihan tetap harus merujuk pada rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota.

Puadi menjelaskan hal demikian merujuk pada pengaturan Pasal 139 ayat (1) UU 10/2016, dimana Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota membuat rekomendasi atas hasil kajiannya terkait pelanggaran administrasi Pemilihan. 

Sementara itu, pada Pasal 139 ayat (2) menentukan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

"Jadi ketentuan Pasal 139 ayat (3) KPU kiblatnya ini mesti rekomendasi Bawaslu. Karena menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu. Artinya objek kajian KPU Provinsi/Kota berkiblat pada rekomendasi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/kota," ujar Puadi. 

Kendati demikian, Puadi juga meminta hendaknya tiga lembaga penyelenggara pemilu Bawaslu, KPU, dan DKPP duduk bersama untuk menyamakan pemahaman tentang frasa 'tindak lanjut' hasil penanganan pelanggaran administrasi Pemilihan dari Bawaslu berupa rekomendasi.

Dia menambahkan, merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 31/PUU-XVI/2018, pengujian UU 7/2017 Pemilihan Umum, Mahkamah telah pernah menetapkan pendiriannya terhadap kedudukan rekomendasi Bawaslu dengan Keputusan KPU. 

"Mahkamah berpandangan bahwa keberlakuan Pasal 286 ayat (2) UU 7/2017 merupakan salah satu bentuk penegasan terkait distribusi wewenang Bawaslu dan KPU selaku pihak pelaksana pemilihan umum," tandasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI