Satu WNI Tewas dalam Kerusuhan di Bangladesh
SinPo.id - Sedikitnya 24 orang tewas dan 150 lainnya luka-luka dalam kebakaran Hotel Zabeer International di Jashore, Bangladesh, Senin, 5 Agustus 2024. Hotel ini dibakar para pengunjukrasa yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang sudah berkuasa selama 15 tahun. Hasina mundur dan melarikan diri ke India pada Senin sore, setelah ribuan pengunjuk rasa mendekati kediaman pribadinya.
Di antara korban tewas dalam kebakaran hotel itu terdapat seorang warga negara Indonesia. Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia, Judha Nugraha, dalam keterangan pers di Jakarta mengatakan warga Indonesia berinisial DU itu baru saja tiba di Bangladesh pada 1 Agustus untuk melakukan kunjungan bisnis.
Kementerian Luar Negeri, tambahnya, telah menghubungi keluarga DU di Indonesia untuk menyampaikan belasungkawa dan akan memfasilitasi repatrasi jenazah, bekerja sama dengan perusahaan tempat almarhum bekerja.
“KBRI Dhaka memperoleh informasi dari otoritas setempat mengenai adanya seorang WNI dengan inisial DU, usia 50 tahun yang menjadi korban meninggal akibat kerusuhan yang ada di Dhaka,” jelasnya.
Saat ini Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Dhaka telah meningkatkan status kedaruratan dari Siaga III menjadi Siaga II. Untuk meningkatkan kewaspadaan, seluruh WNI di Bangladesh diminta mengurangi aktivitas luar rumah untuk hal-hal non-esensial, serta menghindari kerumunan massa dan lokasi-lokasi demonstrasi. Sementara WNI yang berencana hendak ke Bangladesh, diminta menangguhkan rencana mereka hingga situasi keamanan terkendali.
Judha menyampaikan harapan agar seluruh WNI di Bangladesh yang berjumlah 577 orang membuka komunikasi dengan pihak berwenang dan mengikuti langkah-langkah kontigensi yang ditetapkan KBRI Dhaka. Mayoritas WNI di Bangladesh menikah dengan warga negara setempat.
Sementara itu KBRI Dhaka telah menyiapkan rumah aman atau safe house yang dapat diakses WNI jika situasi memburuk, tambah Judha.
Sistem Kuota Pekerjaan Picu Demonstrasi
Kerusuhan di Bangladesh berawal dari aksi demonstrasi yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa di Universitas Dhaka, universitas terbesar di negara itu. Protes dimulai bulan lalu ketika para mahasiswa menuntut diakhirinya sistem kuota yang mencadangkan 30 persen pekerjaan di sektor pemerintah untuk keluarga veteran yang bertempur dalam perang kemerdekaan Bangladesh melawan Pakistan pada tahun 1971.
Ketika kekerasan memuncak, Mahkamah Agung negara itu mengurangi sistem kuota menjadi 5 persen, di mana 3 persen di antaranya untuk keluarga veteran. Namun, protes terus berlanjut menuntut pertanggungjawaban atas kekerasan yang dinilai karena penggunaan kekuatan berlebihan oleh pemerintah.
Sistem kuota ini juga mencakup kuota untuk anggota etnis minoritas, serta penyandang disabilitas dan transgender, yang dipotong dari 26 persen menjadi 2 persen dalam keputusan tersebut.
Merasa tuntutannya tidak didengar, para demonstran menyerukan seluruh warga untuk tidak membayar pajak dan tagihan listrik, serta tidak masuk kerja pada Minggu, yang merupakan hari kerja di Bangladesh. Kantor dan fasilitas umum tetap buka, tetapi warga menemui kesulitan untuk melakukan perjalanan karena tidak berfungsinya layanan transportasi.
Kerusuhan tak terhindarkan sejak Minggu ketika para demonstran yang marah memblokir jalan raya utama di Dhaka, menyerang rumah-rumah dan merusak kantor kesejahteraan masyarakat di daerah di mana ratusan aktivis partai yang berkuasa menjabat.
Sedikitnya 11.000 orang telah ditangkap dalam beberapa minggu terakhir. Pemerintahan Hasina menyalahkan oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh dan partai sayap kanan Jamaat-e-Islami yang kini dilarang, serta sayap mahasiswa mereka yang menyulut kekerasan, di mana beberapa perusahaan milik negara juga dibakar atau dirusak.
Setelah pengunduran diri Hasina, Panglima Angkatan Darat Bersenjata Jendral Waker-uz-Zaman mengatakan akan membentuk pemerintahan sementara di negara berpenduduk 170 juta jiwa itu.