KPK Ungkap Potensi Kerugian Negara Terkait Korupsi PT ASDP Capai Rp1,27 T

Laporan: david
Selasa, 06 Agustus 2024 | 11:38 WIB
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto (SinPo.id/Antara)
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto (SinPo.id/Antara)

SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap potensi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) mencapai Rp1,27 triliun.

"ASDP potensi kerugian negaranya sekitar Rp1,27 triliun minimal," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Selasa 6 Juli 2024.

Kasus ini diduga terkait dengan proses kerjasama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP tahun 2019-2022. Nilai akuisisi dalam kasus tersebut mencapai sekitar Rp1,3 triliun.

Namun, angka kerugian negara itu bisa berubah lantaran masih dalam penghitungan sementara. KPK akan terus mendalami kasus ini dengan memeriksa saksi-saksi.

Sebelumnya, KPK sudah memeriksa Direktur Utama PT Jembatan Nusantara Tahun 2019–2022, Youlman Jamal pada Jumat, 2 Agustus 2024.

Saat itu dia dicecar soal proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2018-2022.

"Didalami terkait dengan kronologis terjadinya proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022," kata Tessa, Jumat.

KPK juga telah memanggil sejumlah saksi lainnya. Di antaranya, Direktur PT Jembatan Nusantara Rudy Susanto, Plt VP Hukum PT ASDP Anom Sedayu Panatagama, Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi.

Adapun KPK telah menetapkan pihak-pihak sebagai tersangka. Namun, identitas tersangka maupun kontruksi lengkap perkara baru akan diumumkan pada saat dilakukan upaya paksa penahanan.

Dalam prosesnya, KPK melalui Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI telah mencegah empat orang terkait perkara ini bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan. 

Dari empat orang yang dicegah, tiga di antaranya merupakan pejabat di PT ASDP berinisial HMAC, MYH, dan IP. Sementara satu orang lainnya merupakan pihak swasta berinisial A.

Langkah itu bertujuan agar keempat orang tersebut tetap berada di dalam negeri dan dapat hadir memenuhi panggilan pemeriksaan KPK.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI