SOCIAL MEDIA 4 PEACE

Tangkal Hoaks, Bawaslu Harap Program Social Media 4 Peace hingga ke Provinsi

Laporan: Tim Redaksi
Minggu, 04 Agustus 2024 | 15:51 WIB
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja (SinPo.id/ Dok. Bawaslu)
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja (SinPo.id/ Dok. Bawaslu)

SinPo.id - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja berharap program Social Media 4 Peace yang digagas UNESCO dapat ditingkatkan dengan menyasar hingga tingkat provinsi. 

Terlebih, kata Bagja, tak lama lagi gelaran Pemilihan Kepala Daerah 2024 memasuki masa kampanye yang kerap dibumbui dengan ujaran kebencian, hoaks, serta disinformasi. 

"Untuk meningkatkan literasi kepemiluan, saya kira harus kampanye keliling ke provinsi-provinsi yang ada indikasi potensi kerawanan dalam penyerangan atau kampanye hitam, dan hoaks dalam Pemilihan 2024," kata Bagia dalam keterangannya, Minggu, 4 Agustus 2024.

"Jangka panjangnya semoga di 2029 tidak ada lagi (ujaran kebencian dan hoaks) tapi harus ada usaha bersama dari seluruh stakeholder, termasuk UNESCO," sambung dia. 

Dia pun menegaskan untuk memerangi ujaran kebencian dan hoaks harus dilakukan oleh seluruh elemen tak terkecuali pemerintah, penyelenggara pemilu, organisasi kemasyarakatan hingga akademisi. 

Menurut dia, seluruh pihak harus bersama-sama memperbaiki literasi kepemiluan serta menyuarakan kampanye pemilihan di sosial media tidak boleh didasarkan politisasi SARA dan hoaks.

"Ini tidak bisa dilakukan secara terpisah atau terputus. Harus dilakukan keberlanjutan, harus ada roadmap-nya untuk menyamakan perspektif," tutur dia. 

Bagja juga menilai proyek Social Media 4 Peace mampu membuka paradigma para stakeholder kepemiluan termasuk penyelenggara pemilu untuk bisa menjalin komunikasi lebih intensif dengan platform sosial media di Indonesia. 

Upaya ini, kata dia, sangat penting dalam rangka menyamakan perspektif dalam memahami kampanye yang sehat, kampanye yang tidak dipenuhi oleh fitnah, hoaks, dan kampanye hitam serta kesamaan perspektif peserta pemilu terhadap imbas dari kampanye negatif dan disinformasi. 

"Kalau kemudian terjalin kerja sama yang baik antara penyelenggara pemilu, NGO, akademisi dalam menghadapi masalah pemilu tentu kita dapat mengurangi dampak negatif penyelenggaraan pemilu," ungkap Bagia.

"Apa dampak negatifnya? Pemilihan yang tidak didasari oleh track record, prestasi kerja, kinerja tetapi didasari oleh sentimen negatif. Kalau ini dilanjutkan kita berharap akan ada kemudian kesadaran bersama bahwa kampanye itu harus dengan melihat program kerja, riwayat kandidat, serta tidak menyerang berdasarkan suku, agama, dan RAS," tandasnya. sinpo

Komentar: