KONDISI EKONOMI GLOBAL

Sri Mulyani Ingatkan Kondisi Ekonomi Global 2024 Lebih Lemah dari 2023

Laporan: Tio Pirnando
Jumat, 02 Agustus 2024 | 15:46 WIB
Menkeu Sri Mulyani (SinPo.id/ Dok. Kemenkeu)
Menkeu Sri Mulyani (SinPo.id/ Dok. Kemenkeu)

SinPo.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, kondisi ekonomi dunia pada 2024 akan lebih lemah dibandingkan tahun lalu. 

Menurut dia, ramalan International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2024 sebesar 3,2 persen, lebih rendah sebesar 3,3 persen dari tahun 2023.

"Jadi kalau tahun 2024 ini outlook-nya 3,2 persen, ini berarti pertumbuhan ekonomi dunia masih stagnan, lemah. Bahkan lebih lemah dibandingkan tahun lalu yang sudah dianggap sebagai tahun yang sebetulnya stagnan lemah," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Jakarta, Jumat, 2 Agustus 2024. 

Dia menilai, ini semua disebabkan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global serta tensi geopolitik yang juga masih meningkat. Termasuk dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dari dua negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat (AS) dan China. 

Dia memaparkan, perekonomian AS di kuartal II 2024, sebesar 2,8 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau tumbuh dua kali lipat dari periode sebelumnya yang sebesar 1,4 persen. 

Inflasi AS juga mengalami penurunan.  Namun, tingkat pengangguran negara tersebut rupanya masih tinggi. 

Pada April lalu, Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan bahwa tingkat pengangguran naik ke level 3,9 persen. Selain itu, ekspektasi penurunan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan baru akan terjadi pada September 2024.

Kondisi ini lantas membuat suku bunga (yield) surat berharga Pemerintah AS dengan jatuh tempo 10 tahun diperkirakan masih akan tetap tinggi. Hal ini didorong pula oleh tingginya tingkat utang Pemerintah AS saat ini yang berjumlah US$34,7 triliun atau setara Rp570 ribu triliun.

Sedangkan China pada kuartal II 2024 hanya 4,7 persen, lebih rendah dari target 5 persen.  Hal ini dipengaruhi oleh konsumsi dan investasi China yang lemah, termasuk tekanan sektor properti masih berlanjut.sinpo

Komentar: