KNPK Anggap PP 28/2023 Sengaja Ingin Bunuh Petani Tembakau

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 31 Juli 2024 | 14:16 WIB
Ilustrasi rokok. (SinPo.id/Pixabay)
Ilustrasi rokok. (SinPo.id/Pixabay)

SinPo.id - Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Moddie Alvianto Wicaksono menganggap, keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang baru ditekan oleh Presiden Joko Widodo, akan membunuh dan menutup selama-lamanya Industri Hasil Tembakau (IHT). 

"Pemerintah sama sekali tidak mendengar aspirasi teman-teman IHT dari akar rumput bahwa apabila RPP Kesehatan disahkan akan membawa banyak masalah. Hal ini terbukti dari isi setiap pasal yang menutup akses pelaku usaha dan penggiat IHT," kata Moddie dalam keterangannya, Rabu, 31 Juli 2024. 

Moddie mengaku miris, PP yang merupakan aturan turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan itu terbit menjelang panen raya tembakau di seluruh wilayah Indonesia. PP ini akan menjadi pukulan telak bagi pelaku usaha, khususnya petani tembakau, yang hendak merayakan kegembiraan atas hasil panennya.

"Ini akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah karena memutus kegembiraan dan harapan petani akan panen tembakau," ucapnya. 

Terlebih, isi-isi pasalnya baik mengenai desain kemasan bungkus rokok, iklan rokok, larangan penjualan rokok eceran, hingga pengaturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), sama sekali tidak berpihak pada  IHT. 

Padahal, sudah puluhan tahun lamanya, IHT memberikan ruang hidup yang layak tidak hanya untuk masyarakat melainkan juga negara. 

Bagi Moddie, pemerintah memang ingin membungkam sekaligus menghimpit ruang gerak pelaku usaha yang berkaitan dengan IHT. Peringatan kesehatan yang semula hanya memiliki porsi 40 persen, kini diperluas menjadi 50 persen. Persentase yang diperbesar seolah ingin menunjukkan bahwa bentuk ancaman kreativitas semakin nyata. 

"Hampir seluruh bagian yang terdapat di kemasan rokok telah memuat peringatan kesehatan. Mulai dari depan dan belakang hingga samping kanan dan kiri sudah semuanya. Baik gambar maupun tulisan. Itu sudah lebih dari cukup untuk mengatur kemasan rokok. Kalo mau diperbesar, buat apalagi?" tanya Moddie. 

Selain itu, Moddie turut menyoroti perihal pelarangan total iklan rokok di media sosial. Menurutnya, pemerintah akan sangat sulit mengawasi mana yang disebut iklan dan yang bukan. 

Ia menilai, pasal 446 berpotensi sebagai pasal karet." Bagaimana jika seorang perokok hanya ingin mengekspresikan kesukaannya terhadap produk tembakau? Apakah bentuk ekspresi seperti itu bisa dianggap iklan? Jika iya, sama saja pemerintah ingin mengekang ekspresi seseorang. Ekspresi kok dikekang?" kata Moddie heran.

Selain pelarangan total iklan rokok di media sosial, PP tersebut juga mengatur radius tempat penjualan rokok. Dalam pasal 434, ada radius minimal 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Bahkan, untuk iklan rokok di media luar ruang harus berada dalam radius 500 meter.

"Ini pasal karet. Bagaimana cara pemerintah mengatur dan bahkan mengawasi tempat penjualan harus berjarak 200 meter dari tempat pendidikan? Bagaimana dengan nasib pasar tradisional yang memang di dalamnya sudah ada jualan rokok?" ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Moddie, yudah semestinya penggiat IHT menolak adanya PP No. 28 Tahun 2024 tersebut. 

"Seluruh penggiat Industri Hasil Tembakau, mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, pelaku usaha, hingga perokok sadar bahwa sederet pasal dalam PP tersebut hanya ingin mematikan hajat hidup masyarakat dan mencabut budaya kretek dari Indonesia," pungkas Moddie.

Sebagai informasi, pada Jumat, 26 Juli 2024 lalu, Presiden Joko Widodo resmi menandatangani PP 28/2024 Tentang Pelaksanaan UU 17/ 2023 tentang Kesehatan. 

Dalam PP berisi 1.072 pasal yang mengatur sejumlah hal, baik penyelenggaraan upaya kesehatan, aspek teknis pelayanan kesehatan, pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, hingga pengamanan zat adiktif.

Salah satunya ialah melarang penjualan rokok satuan per batang alias eceran. Indonesia juga melarang penjualan rokok lewat mesin layan diri, penjualan rokok ke orang di bawah usia 21 tahun dan ibu hamil.

"Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik: Secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik," bunyi Pasal 434 ayat 1 huruf c.

Penjualan produk tembakau dan rokok elektronik juga dilarang pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui.

Kemudian, pemerintah juga melarang penjualan rokok dan rokok elektrik dalam radius 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain anak.

Berikutnya, mengatur larangan promosi dan penjualan lewat situs web, aplikasi dan media sosial. "Menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial," bunyi pasal 434 ayat (1) huruf f.

Selain itu, pemerintah mewajibkan peringatan kesehatan bergambar atau pictorial health warning (PHW) di kemasan rokok dinaikkan menjadi 50 persen. Saat ini, luas gambar baru mencapai 40 persen dari bungkus rokok.

Aturan itu juga berlaku untuk rokok elektrik. Namun tidak berlaku bagi rokok klobot, rokok klembak menyan, dan cerutu kemasan batangan.

Gambar peringatan itu kemudian harus dicetak berwarna serta pemilihan huruf harus menggunakan huruf arial bold dan proporsional dengan kemasan, lalu tulisan warna kuning di atas latar belakang hitam.

Melalui gambar yang mudah dilihat, relevan, dan mudah diingat diharapkan mampu menggambarkan aspek yang perlu diketahui oleh setiap orang.

Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat lebih mampu memikirkan risiko atau bahaya yang akan dialami, bila tetap membeli dan mengonsumsi rokok tersebut.sinpo

Komentar: