JUDI ONLINE

Psikiater Sebut Candu Judol Enam Kali Lebih Berbahaya dari Narkoba

Laporan: Tio Pirnando
Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:52 WIB
Ilustrasi mesin judi (SinPo.id/ Shutterstock)
Ilustrasi mesin judi (SinPo.id/ Shutterstock)

SinPo.id - Psikiater Konsultan Adiksi dan Kepala Divisi Psikiatri RSCM Jakarta, Kristiana Siste Kurniasanti mengatakan, bahaya kecanduan judi online lebih besar berkali-kali lipat dibanding dampak penyalahgunaan narkoba. Karenanya, praktik judol ini harus ditangani dengan melibatkan banyak pihak. 

"Dampak yang disebabkan dari judi online enam kali lebih besar daripada penggunaan narkoba. Sehingga ini adalah suatu masalah yang harus segera diatasi," kata Siste dalam diskusi bertajuk 'Masalah Adiksi Perilaku Judi Online', ditulis Satu, 27 Juli 2024. 

Menurut Siste, kecanduan judi online merupakan masalah nomor tiga setelah depresi dan kecanduan alkohol.

Dampak kecanduan judi online juga sama dengan dampak kecanduan narkoba pada otak. Dimana, narkoba menyebabkan kerusakan pada bagian otak yang berfungsi untuk konsentrasi, memori, refleksi diri, dan pengambilan keputusan. 

"Ternyata, kecanduan judi online juga menyebabkan kerusakan pada bagian otak yang sama," kata dia. 

Selain itu, kecanduan judi online juga sulit dihentikan lantaran memori positif terkait kemenangan besar tersimpan dalam memori jangka panjang. 

"Ketika seseorang menang Rp80 juta dengan taruhan Rp500 ribu, memori ini tersimpan dan ketika mereka dalam keadaan kesal atau sedih, mereka cenderung mengingat kemenangan tersebut dan tergoda untuk bermain lagi," kata dia.

Dia menyampaikan, awalnya seseorang bermain judi hanya untuk mencari kesenangan, namun seiring waktu bisa menjadi kebiasaan yang sulit diubah. 

"Sehingga pada tata laksananya, kita harus mengubah kebiasaan yang sudah terbentuk menjadi perilaku baru yang sehat. Tapi ini susah, karena kecanduan sudah menjadi kebiasaan," ujarnya.

Di RSCM Jakarta, tata laksana komprehensif diterapkan bagi mereka yang kecanduan judi online. "Kami melakukan tata laksana komprehensif dari diagnosis awal, terapi, pencegahan kekambuhan, hingga edukasi kepada keluarga dan masyarakat," ungkap Siste.

Tujuan utama dari tata laksana ini, untuk menghilangkan gejala kecanduan, memperbaiki komorbiditas seperti gangguan depresi atau keinginan mengakhiri hidup, serta memperbaiki fungsi sosial, fisik, dan mental pasien. 

"Tata laksana ini juga bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien, baik dari segi gaya hidup sehat maupun kualitas hidup secara umum," ujarnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI