Legislator Ingatkan Pemerintah dalam Rumuskan Arah Kebijakan Cukai Hasil Tembakau

Laporan: Tim Redaksi
Kamis, 25 Juli 2024 | 08:38 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. (SinPo.id/Parlementaria)
Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. (SinPo.id/Parlementaria)

SinPo.id - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyampaikan penyebab rokok ilegal menjamur di tengah masyarakat tidak terlepas dari pengaruh kenaikan harga rokok akibat dorongan tarif cukai serta pajak-pajak lainnya. 

Pernyataan itu disampaikan Misbakhun merespons Ditjen Bea dan Cukai yang mencatat tingkat peredaran rokok ilegal tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86 persen. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.

Misbakhun mengatakan, secara umum kenaikan harga rokok jauh lebih tinggi dari angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi serta pendapatan konsumen, khususnya golongan menengah-bawah.  

"Selain kenaikan cukai, pajak pertambahan nilai (PPN) rokok juga mengalami kenaikan tarif. Hal tersebut pada akhirnya berimbas pada daya beli masyarakat, sehingga rokok ilegal semakin menjamur dan akhirnya terjadi penurunan produksi rokok legal," kata Misbakhun dihubungi pada Kamis, 25 Juli 2024.

Menurut politisi partai Golkar, peningkatan tarif cukai tidak serta merta menurunkan minat merokok masyarakat. Namun justru konsumen cenderung mencari produk rokok yang harganya dianggap memenuhi kemampuan daya belinya. 

Oleh sebab itu, setiap kenaikan tarif cukai perlu diiringi peningkatan pengawasan yang semakin ketat terhadap sejumlah perusahaan rokok yang diduga memproduksi rokok ilegal. 

"Penurunan volume produksi rokok karena merebaknya rokok ilegal tentu merugikan negara," tegasnya.

Misbakhun yang dikenal getol membela petani tembakau itu menegaskan, peningkatan peredaran rokok ilegal justru berdampak negatif bagi kesehatan maupun penerimaan cukai hasil tembakau (CHT). Peningkatan peredaran rokok ilegal dapat lebih membahayakan kesehatan perokok karena rokok ilegal diproduksi tanpa pengawasan ketat dan tanpa melewati uji laboratorium. 

"Selain itu, peningkatan peredaran rokok ilegal menyebabkan negara berpotensi mengalami kehilangan penerimaan dari CHT maupun penerimaan pajak lainnya seperti PPn atau pajak daerah," ujar Misbakhun.  

Beberapa kajian ilmiah menegaskan bahwa kenaikan harga rokok tidak efektif menurunkan angka prevalensi merokok secara umum selama masih terdapat rokok ilegal. Kenaikan harga rokok akan menyebabkan perokok mencari alternatif rokok dengan harga yang lebih murah/terjangkau, salah satu alternatifnya adalah rokok ilegal. 

"Harga merupakan variabel utama yang dapat mendistorsi perubahan keseimbangan berbagai pilar yang ada dalam IHT (penerimaan, kesehatan, tenaga kerja, dan peredaran rokok ilegal)," imbuhnya. 

Pada titik inilah, Misbakhun meminta pemerintah untuk mempertimbangkan 5 hal krusial dalam merumuskan arah kebijakan cukai yang nantinya akan tertuang dalam dokumen RAPBN 2025. 

Pertama, kenaikan harga rokok yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak terhadap peningkatan peredaran rokok ilegal dan keberlangsungan IHT yang selanjutnya juga dapat meningkatkan dampak negatif bagi kesehatan konsumen rokok dan berpotensi menurunkan penerimaan negara.

Kedua, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai sisi yang terlibat dalam kebijakan cukai di Indonesia, diantaranya aspek tenaga kerja, pendapatan, kesehatan, rokok ilegal, industri, hingga pertanian secara berimbang.

"Perlunya  rembug bersama dengan semua pemangku kepentingan secara berkesinambungan dalam rangka menentukan Peta Jalan (Roadmap) kebijakan yang berkeadilan," kata Misbakhun. 

Ketiga, dalam upaya optimalisasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau, maka pemerintah harus meningkatkan pencegahan, pengawasan, dan penindakan untuk memerangi peredaran rokok ilegal secara masif.

Keempat, kenaikan harga rokok bukan langkah efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok. Dampak kenaikan harga rokok terhadap peningkatan peredaran rokok ilegal dan penurunan pabrik rokok lebih besar dibandingkan dengan penurunan angka prevalensi merokok.

"Sehingga saat ini pemerintah perlu menahan kenaikan harga rokok untuk menjaga keseimbangan pilar lain yang terlibat dalam IHT," ujarnya. 

Kelima, untuk melawan perdagangan rokok ilegal, pemerintah harus mempertimbangkan pendekatan multi-metode.

"Dengan membangun kemitraan, meningkatkan validitas dan keandalan data, meluncurkan kampanye pendidikan dan kesadaran publik, meningkatkan upaya peningkatan kapasitas, dan memprioritaskan intensifikasi pemberantasan peredaran rokok ilegal," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI