Irwan Fecho Harap Ujung Langkah Kementerian ATR Inventarisasi Tanah Ulayat Pengakuan Hukum

SinPo.id - Legislator Partai Demokrat, Irwan, berharap langkah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melakukan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat di 16 provinsi dapat berujung pengakuan hukum.
Pernyataan itu disampaikan Irwan merespons pertemuan Menteri ATR/BPN)Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto dalam rangka membahas percepatan pelaksanaan Peraturan Menteri (Permen) ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat pada Selasa, 23 Juli 2024.
"Inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat oleh ATR/BPN kita harapkan ujungnya nanti adalah pengakuan hukum atas tanah adat dan tanah masyarakat di Tanah Air," kata pemilik sapaan akrab Irwan Fecho itu kepada wartawan pada Rabu, 24 Juli 2024.
Ia bilang, komitmen AHY dan Hadi untuk menghadirkan perlindungan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayat di 16 provinsi adalah jawaban konkret dari mimpi panjang dan harapan masyarakat hukum adat selama ini.
Pasalnya, menurut Irwan, masyarakat adat sering kehilangan tanah leluhur karena diambil alih oleh perusahaan.
"Sehingga menyebabkan perselisihan sosial dan hilangnya mata pencarian," ucap Juru Bicara TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 lalu itu.
Irwan bilang, komitmen dan konsistensi AHY bersama jajaran Kementerian ATR/BPN untuk menyelesaikan masalah masyarakat hukum adat tentu akan meresmikan hak masyarakat adat dan lokal atas tanah melalui undang-undang untuk memberikan perlindungan hukum terhadap penggunaan tanah mereka tanpa izin.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Keluarga Alumni Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) itu pun meminta agar dilakukan penyederhanaan proses bagi masyarakat adat untuk mengklaim hak atas tanah serta mengurangi hambatan birokrasi dan pendampingan di lapangan dalam pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat di 16 provinsi.
Menurut dia, hal ini juga sangat terintegrasi dengan kebijakan satu peta oleh pemerintah.
"Saya meyakini kebijakan ini memfasilitasi tata kelola dan koordinasi yang lebih baik antar lembaga pemerintah, sehingga membantu penegakan hukum dan peraturan pertanahan denganlebih efektif," tutur Ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Timur (Kaltim) itu.
Sebelumnya, AHY menemui Hadi untuk membahas percepatan pelaksanaan Peraturan Menteri (Permen) ATR/BPN tentang Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Dalam rapat tersebut, ada sekitar 3,2 juta hektare tanah ulayat yang dibahas, yang tersebar di 16 provinsi di Indonesia. Antara lain Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bali, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Papua. AHY mengatakan, tanah ulayat yang dibahas itu termasuk mencakup wilayah Ibu Kota Negara (IKN).
“Ini juga merepresentasi lebih kurang ada 3.000 masyarakat hukum adat. Ini masalah yang tidak sederhana, karena kita tahu bahwa dalam perjalanan bangsa ini, tata ruang tanah-tanah yang ada di berbagai daerah ini juga sudah memiliki peruntukan masing-masing, tapi kami juga berharap pemerintah selalu hadir untuk menjamin masyarakat hukum adat juga dilindungi, dijamin haknya,” kata AHY.
Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya melakukan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat.
“Jadi esensinya adalah bagaimana masyarakat hukum adat ini bisa mendapatkan haknya, dilindungi dan juga justru tanah tersebut bisa memiliki nilai ekonomi, produktif bagi peningkatan kesejahteraan mereka,” ujar AHY.
Ia menuturkan, tanah ulayat yang diinventarisasi tidak hanya terpatok di 16 provinsi tersebut.
“Tadi yang Bapak Menko sampaikan ada pemutakhiran data, sinkronisasi, dan saling berbagi data antar-kementerian ini penting,” kata AHY.