OBAT PERANGSANG MEMATIKAN

Polri Bongkar Peredaran Obat Perangsang Mematikan, Tiga Orang Ditangkap

Laporan: Firdausi
Senin, 22 Juli 2024 | 22:42 WIB
Pengungkapan kasus narkoba dan obat terlarang (SinPo.id/Dok.Polri)
Pengungkapan kasus narkoba dan obat terlarang (SinPo.id/Dok.Polri)

SinPo.id - Dittipidnarkoba Bareskrim Polri mengungkap peredaran gelap obat perangsang yang biasa disebut poppers yang kerap digunakan pelaku seksual sesama jenis atau kaum LGBT. Dari kasus ini, sebanyak 959 botol dan 710 kotak obat perangsang disita.

"Tiga orang ditetapkan tersangka yakni RCL, P, dan MS. Mereka yang mengedarkan obat-obatan ini untuk sesama jenis," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim, Brigjen Polisi Mukti Juharsa di Bareskrim, Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.

Mukti menjelaskan, obat-obatan ini dilarang karena memiliki kandungan yang sangat membahayakan dan memilik efek samping menyebabkan stroke, serangan jantung bahkan bisa kematian. Obat-obotan ini juga dilarang oleh BPOM untuk diedarkan.

"Kenapa dilarang, karena obat ini sangat membahayakan yang efek sampingnya bisa menyebabkan stroke hingga kematian," ungkapnya.

Kepada penyidik, para pelaku ini mengaku mendapatkan obat-obatan berbahaya itu langsung dari China yang berbentuk cair.

"Jadi pengakuannya mereka mendatangkan obat itu langsung dari China. Kedua tersangka telah menjual Poppers sejak tahun 2022," ungkapnya.

Adapun cara memasarkan obat-obat terlarang ini, mereka langsung menawarkan kepada kelompok dan komunitas tertentu atau khusus kaum LGBT, baik itu lewat grup telegram ataupun media sosial lainnya.

"Awalnya melalui market place, tapi setelah ada pelarangan dari BPOM, di market place tokopedia, shopee dan lain lain itu sudah diblock, jadi mereka mengedarkan dari komunitas tertentu dan langsung chatting, dan ada juga media lainnya," ungkapnya.

"Mereka juga menggunakan media sosial twitter dan aplikasi media sosial dengan nama ‘Hornet’ khusus komunitas LGBTQ," ungkapnya.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka peredaran Poppers tersebut dijerat dengan sangkaan Pasal 435 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI