Pakar: Perubahan Nomenklatur Wantimpres Jadi DPA Kebutuhan Ketatanegaraan
SinPo.id - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid menilai, revisi Undang-Undang Nomor 19/2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang mengubah nomenklatur menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) serta menata pengaturan jumlah anggota, merupakan keniscayaan, karena kebutuhan ketatanegaraan dewasa ini.
"Saya berpendapat bahwa Revisi UU 19/2006 tentang Wantimpres berimplikasi terhadap perubahan nomenklatur menjadi DPA, serta penataan terhadap pengaturan jumlah anggota merupakan sebuah kebutuhan ketatanegaraan saat ini," kata Fahri dalam keterangannya, Rabu, 17 Juli 2024.
Penjabat (Pj) Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini menjelaskan, UU 19/2006 tentang Dewan Wantimpres, telah diberlakukan kurang lebih sembilan belas tahun. Karena itu, banyak hal membutuhkan sentuhan penyesuaian dan perubahan "adjustments and changes", sesuai kebutuhan hukum masyarakat.
Dia menerangkan, berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945, presiden memiliki kewenangan membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan, yang diatur dalam undang-undang.
"Dengan demikian, berdasarkan pijakan serta basis konstitusional tersebut 'the constitution allows', bisa saja pembentuk undang-undang membentuk UU organik terkait kelembagaan dewan pertimbangan presiden," ujar Fahri.
Hal ini juga termasuk mengubah nomenklatur Wantimpres menjadi DPA. Terlebih, konstitusi tidak melarang perubahan tersebut.
Di sisi lain, terkait jumlah anggota Dewan Pertimbangan Agung yang tidak dibatasi, menurut Fahri, jangan lagi berdasarkan pengaturan numerik.
"Serahkan kepada presiden untuk menentukan jumlah anggota dewan pertimbangan sesuai kebutuhan dan keahlian 'needs and expertise'," tukasnya.