Diselidiki KPPU, Google Siap Transparan soal Sistem Pembayaran
SinPo.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah melakukan sidang pertama terhadap Google tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Penerapan Google Play Billing System, pada Jumat, 28 Juni 2024 kemarin. Sidang itu dipimpin oleh Hilman Pujana, serta Mohammad Reza dan Eugenia Mardanugraha sebagai Anggota Majelis.
Direktur Google Play APAC Scaled Partner Management & Ecosystem Partnerships Kunal Soni memastikan, pihaknya siap untuk bersikap transparan dalam proses persidangan di KPPU.
"Kami menyambut baik kesempatan untuk berkolaborasi dengan KPPU, sambil menunjukkan transparansi dan pilihan yang Android dan Google Play tawarkan bagi para pengembang dan pengguna," kata Kunal, dalam keterangannya, Minggu, 30 Juni 2024.
Menurut Kunal, Indonesia selalu menjadi wilayah penting bagi perusahaan. Bahkan menjadi salah satu negara Asia Tenggara tempat Google mendirikan kantor sejak 2011.
Selain itu, para developer di Indonesia telah meraih kesuksesan besar di platform Google, dengan lebih dari 10.400 pengembang aktif yang mengelola 33.800 aplikasi di Google Play.
"Menghasilkan sekitar 197.000 lapangan pekerjaan langsung, tidak langsung, dan terkait di tingkat lokal," ucapnya.
Terkait tuduhan monopoli, Kunal mengklaim, pihaknya bekerja sama dengan penyedia layanan pemrosesan pembayaran seperti Dana, GoPay, Indosat, dan Telkomsel. Karena itu, sistem penagihan Google Play memungkinkan pengembang bertransaksi secara aman.
"Indonesia adalah salah satu negara pertama tempat Google Play melakukan uji coba sistem bagi pengguna untuk memilih antara sistem penagihannya dan sistem penagihan alternatif pilihan pengembang," terang Kunal.
Lebih lanjut, Kunal menyebutkan bahwa biaya layanan Google Play adalah yang terendah di antara platform distribusi aplikasi besar lainnya.
Sebagian dari biaya tersebut digunakan untuk mendanai pengembangan Android dan Google Play, dengan model yang dinilainya masuk akal dan bijaksana.
"Sekitar 97 persen pengembang tidak perlu membayar biaya layanan apa pun. Bagi yang dikenakan biaya layanan, 99 persen memenuhi syarat untuk biaya layanan 15 persen atau kurang," jelasnya.
Google juga terus berupaya memberikan dukungan keamanan digital bagi pengembang. Pada 2023, perusahaan mencegah 2,28 juta aplikasi pelanggar kebijakan di Google Play dan memindai miliaran aplikasi setiap hari untuk menjaga keamanan pengguna.
"Kami juga menyediakan koleksi khusus 'Made in Indonesia' di Google Play, mendukung mereka untuk membangun bisnis yang sukses," tegas Kunal.
Lebih lanjut, Kunal menekankan bahwa perangkat Android di Indonesia dilengkapi dengan dua atau lebih platform distribusi aplikasi secara bawaan, memberi pengguna pilihan untuk menginstal platform distribusi aplikasi lain. Para pengembang juga dapat mendistribusikan aplikasi langsung dari situs web pribadi ke pengguna Android.
"Kami akan terus berusaha mewujudkan platform yang memungkinkan kami melindungi keamanan pengguna, bermitra dengan pengembang untuk mengembangkan bisnis mereka, dan menjaga ekosistem Android tetap sehat dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia," tukasnya.
Sebagai informasi, Google diduga telah mewajibkan perusahaan yang mendistribusikan aplikasinya melalui Google Play Store menggunakan Google Play Billing (GPB) System, sebuah metode pembayaran dalam aplikasi yang didistribusikan di Google Play Store, di Indonesia.
Atas penggunaan GBP tersebut, Google akhirnya mengenakan tarif layanan/fee kepada aplikasi sebesar 15-30 persen dari pembelian.