Lebih Pilih Pekerja Asing Ketimbang Warga AS, Meta Hadapi Gugatan Hukum

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 28 Juni 2024 | 07:47 WIB
Logo Meta di luar kantor pusat perusahaan di kota Menlo Park, California (SinPo.id/AP)
Logo Meta di luar kantor pusat perusahaan di kota Menlo Park, California (SinPo.id/AP)

SinPo.id - Pengadilan banding AS pada Kamis, 27 Juni 2024 menghidupkan kembali gugatan kelompok (class action) yang diajukan seorang rekayasawan perangkat lunak (software engineer) yang mengklaim bahwa Platform Meta menolak untuk mempekerjakannya karena lebih memilih mempekerjakan karyawan asing yang dibayar dengan gaji lebih rendah.

Pengadilan Banding Sirkuit ke-9 AS yang berlokasi di San Francisco memutuskan dengan hasil suara 2 banding 1 bahwa undang-undang era Perang Saudara yang melarang diskriminasi dalam kontrak kerja berdasarkan “status asing” juga mencakup bias terhadap warga negara AS.

Keputusan itu membatalkan vonis hakim federal California yang menolak gugatan yang diajukan oleh Putushothaman Rajaram, warga negara AS hasil naturalisasi yang mengatakan bahwa Meta menolak pegawai berkewarganegaraan AS dan lebih memilih karyawan asing yang bekerja dengan menggunakan visa dengan biaya yang lebih murah. Rajaram berusaha mewakili kelompok yang mencakup ribuan pekerja.

Meta, yang menaungi Facebook, Instagram dan WhatsApp, tidak segera menanggapi permintaan komentar. Dalam dokumen pengadilan, perusahaan itu membantah telah melakukan kesalahan dan menyebut Rajaram gagal menunjukkan niat Meta untuk mendiskriminasi pegawai AS.

Daniel Low, pengacara Rajaram, mengatakan bahwa bias terhadap warga negara AS merupakan masalah besar di industri teknologi.“Kami berharap keputusan ini akan membawa semakin banyak gugatan hukum yang berusaha mengakhiri diskriminasi ini,” ungkap Low melalui email.

Pengadilan Banding Sirkuit ke-9 sebelumnya tidak pernah menjelaskan apakah undang-undang federal itu – Pasal 1981 Undang-Undang Hak Sipil Tahun 1866 –

memberikan perlindungan terhadap diskriminasi perekrutan pegawai bagi warga negara AS.

Pengadilan banding lain satu-satunya yang pernah menimbang masalah ini adalah Pengadilan Banding Sirkuit ke-5 di New Orleans. Dalam keputusan tahun 1986, pengadilan memutuskan bahwa undang-undang federal itu tidak melarang bias terhadap warga negara AS. Keputusan berbeda yang diambil Pengadilan Banding Sirkuit ke-9 pada hari Kamis meningkatkan kemungkinan Mahkamah Agung AS untuk menangani kasus itu, apabila Meta mengajukan banding.

Kelompok-kelompok konservatif menjadi lebih sering menggunakan Pasal 1981, yang juga melarang diskriminasi dalam kontrak kerja, untuk menantang inisiatif keberagaman yang diterapkan berbagai perusahaan, serta menentang perekrutan pekerja asing dengan visa.

Keputusan pada hari Kamis dapat menjadi keuntungan besar bagi para penggugat dalam semakin banyaknya kasus yang menuduh adanya bias terhadap pegawai AS, setidaknya di California dan delapan negara bagian lain yang tercakup oleh Pengadilan Banding Sirkuit ke-9. Tidak seperti Bab VII UU Hak Sipil tahun 1964, undang-undang federal yang melarang diskriminasi di lingkungan kerja, Pasal 1981 tidak membatasi besarnya kerugian yang dapat diterima penggugat apabila mereka memenangkan gugatan. Pasal itu juga tidak mewajibkan mereka untuk mengajukan keluhan kepada badan-badan pemerintahan sebelum mengajukan gugatan.

Tahun lalu, Apple sepakat untuk membayar uang ganti rugi senilai USD 25 juta atau sekitar Rp409,6 miliar untuk menyelesaikan gugatan pemerintah AS yang menuduh raksasa teknologi itu secara ilegal lebih memilih pekerja imigran ketimbang warga negara dan penduduk tetap AS untuk sejumlah jabatan tertentu. Perusahaan berlogo apel itu membantah telah melakukan kesalahan.

Sementara bulan lalu, sebuah kelompok hukum konservatif yang didirikan oleh salah seorang mantan pejabat pemerintahan Trump menyerukan penyelidikan federal terhadap dugaan praktik perekrutan pekerja asing secara tidak proporsional yang dilakukan oleh Tyson Foods, termasuk mempekerjakan anak-anak di bawah umur dan orang-orang yang berada di AS secara ilegal. Tyson menyebut klaim tersebut “sepenuhnya keliru”. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI