Firli Bahuri Disebut Terima Rp800 Juta dari SYL, KPK: Tak Semudah Itu Membuktikan
SinPo.id - Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyatakan sulit membuktikan mantan Ketua KPK Firli Bahuri menerima uang sejumlah Rp800 juta dari eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Penerimaan uang itu sebelumnya diungkap oleh mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono saat menjadi saksi mahkota dalam sidang perkara dugaan korupsi di Kementan pada Rabu, 19 Juni 2024.
Kasdi menyebut SYL mengumpulkan uang tersebut dari sejumlah direktorat di Kementan agar Firli yang saat otu menjabat Ketua KPK mengondisikan kasus dugaan korupsi pengadaan sapi di Kementan.
"Tidak semudah itu membuktikan perkara penyuapan hanya berdasarkan keterangan saksi dari pemberi," kata Alex dalam keterangannya pada Selasa 25 Juni 2024.
Alex menjelaskan bahwa keterangan Kasdi sebagai saksi tidak berdiri sendiri. KPK membutuhkan alat bukti lain untuk membuktikan penerimaan uang Rp800 juta oleh Firli Bahuri.
"Misalnya ada saksi yang melihat penyerahan uang, kepada siapa uang diserahkan, di mana diserahkan," jelas Alex.
Pimpinan KPK berlatar belakang hakim tindak pidana korupsi itu mengatakan jika tidak ada bukti tambahan dimaksud, maka keterangan Kasdi jadi mentah.
"Kalau yang menerangkan hanya dari pemberi tanpa ada bukti uang sampai kepada penerima kan gak bisa juga dianggap menerima," jelas Alex.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Tessa Mardhika sebelumnya menyatakan bahwa pihaknya akan mendalami aliran uang sejumlah Rp800 juta dari SYL kepada Firli Bahuri.
"Akan didalami penyidik," kata Tessa Mahardhika Sugiarto saat dimintai keterangan Senin 24 Juni 2024.
Belum dapat dipastikan apakah KPK akan melakukan pengembangan perkara untuk mengusut penerimaan uang Firli Bahuri. Yang pasti, penyidik akan mendalami setiap fakta terungkap di dalam persidangan.
"Selama masih ada surat perintah penyidikan yang aktif, penyidik dapat mendalami fakta-fakta persidangan yang muncul," imbuh Tessa.
Sebelumnya, Kasdi Subagyono menyebut bahwa Firli Bahuro menerima uang sejumlah Rp800 juta untuk mengondisikan kasus dugaan korupsi pengadaan sapi di Kementan RI.
Kasdi mengatakan bahwa Firli dan SYL sempat bertemu di salah satu lapangan bulu tangkis di Jakarta. Kemudian, SYL mengumpulkan seluruh jajaran eselon I Kementan.
Saat itu, SYL mengatakan jika KPK sedang mengusut kasus korupsi terkait pengadaan sapi di Kementan. SYL menyampaikan agar hal tersebut harus diantisipasi.
"Bahwa ada permasalahan yang berkait dengan pengadaan sapi di Kementan yang bermasalah yang sedang dilidik oleh KPK. Kemudian pak menteri sampaikan agar ini diantisipasi," kata Kasdi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu, 19 Juni 2024.
Dia menjelaskan jika antisipasi itu dilakukan dengan mengumpulkan uang sejumlah Rp800 juta dari sejumlah direktorat di Kementan untuk diserahkan kepada Firli.
Kasdi menjelaskan bahwa uang Rp800 juta untuk kebutuhan Firli Bahuri diserahkan SYL melalui Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar.
"Nah kebetulan pak Kapolrestabes Semarang ini adalah saudara pak menteri," jelas Kasdi.
Namun, Kasdi mengaku tidak tahu soal penyerahan uang tersebut. Yang pasti, uang itu diserahkan untuk kepentingan Firli Bahuri.
"Tapi uang itu sudah diserahkan kan ya?," tanya hakim.
"Sudah," jawab Kasdi.
Diketahui, KPK menjerat SYL atas kasus dugaan pemerasan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang. Kasus pemerasan dan gratifikasi yang menjerat SYL sedang berproses di pengadilan.
Jaksa mendakwa SYL memeras anak buahnya dan menerima gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar. Perbuatan itu dilakukan SYL bersama mantan Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Muhammad Hatta.
Uang puluhan miliar itu dipergunakan untuk kepentingan pribadi SYL serta keluarganya. Beberapa di antaranya untuk kado undangan, Partai Nasdem, acara keagamaan, charter pesawat, bantuan bencana alam, keperluan ke luar negeri, umrah, dan kurban.
Sementara untuk kasus TPPU saat ini masih dalam proses penyidikan. Dalam kasus ini, KPK menduga SYL menyembunyikan atau menyamarkan hasil korupsi di Kementan.