Kepala BMKG Ingatkan Perubahan Suhu Bumi Jangan Dianggap Sepele

Laporan: Tio Pirnando
Jumat, 21 Juni 2024 | 14:35 WIB
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. (SinPo.id/Setpres)
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. (SinPo.id/Setpres)

SinPo.id - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan agar tidak menganggap sepele peningkatan suhu global sekarang ini. Sebab, dampaknya sangat berbahaya, bahkan bisa mengganggu stabilitas perekonomian.

"Tidak hanya berdampak pada suhu bumi yang makin panas, kondisi tersebut juga meningkatkan frekuensi bencana hidrometeorologi, kekeringan, buruknya kualitas udara, kebakaran hutan dan lahan, gelombang panas, risiko kesehatan, penurunan kualitas hidup, hingga ancaman kelangsungan hidup spesies di bumi," kata Dwikorita, dalam keterangannya pada Jumat, 21 Juni 2024.

Karenanya, Dwikorita menekankan pentingnya pengamatan sistem kebumian yang sistematis menghadapi perubahan iklim.

"Tanpa pengamatan kebumian yang sistematis, informasi yang diberikan bisa menyesatkan atau salah. Pengamatan kebumian yang sistematis ini diperlukan baik di tingkat nasional, regional, maupun global," kata Dwikorita.

Dwikorita mengutip laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), yang menyebutkan bahwa suhu permukaan global telah meningkat dengan cepat, rata-rata tahunan mencapai 1,45 derajat Celcius pada tahun 2023 dibandingkan dengan baseline setelah era Revolusi Industri.

Padahal di tahun 2020 lalu, menurut laporan WMO tentang keadaan iklim global, kenaikan rata-rata suhu global adalah 1,2 derajat celcius. Hal ini berarti hanya dalam beberapa tahun, ada peningkatan suhu permukaan yang signifikan.

"Tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas, dan informasi ini hanya dapat diperoleh melalui pengamatan sistematis untuk fenomena kebumian," ujarnya.

Bagi Dwikorita, pengamatan sistematis sangat dibutuhkan untuk berbagai keperluan. Diantaranya, untuk memberikan data dukung dalam aksi adaptasi iklim, aksi mitigasi iklim, atau keputusan atau kebijakan apa pun terkait mitigasi dan adaptasi iklim.

Kemudian, harus juga diikuti oleh tindakan sistematis di segala lini agar dampak panas ekstrem dan dampak perubahan iklim lainnya dapat ditangani secara efektif.

Ia mencontohkan, informasi mengenai fenomena El Nino yang menyebabkan kenaikan panas laut yang meluas di Pasifik tropis bagian timur merupakan hasil pengamatan kebumian sistematis yang didukung juga oleh pemantauan satelit.

Selain itu, prediksi Food and Agriculture Organization (FAO) mengenai ancaman krisis pangan pada tahun 2050 mendatang juga merupakan hasil dari pengamatan kebumian yang sistematis secara global, nasional, dan lokal.

Singkatnya, pengamatan sistematis tersebut, memungkinkan seluruh negara di dunia untuk melakukan analisis dan prediksi lebih lanjut.

"Analisis masa lalu merupakan cara untuk memvalidasi dampak dari peningkatan suhu yang berlangsung dan kondisi Bumi kekinian. Selanjutnya, pada analisisi lebih lanjut yang didasarkan pada data pengamatan sistematis dapat diketahui bahwa ternyata perubahan iklim memberi tekanan pada sumber daya air yang sudah langka, menghasilkan hotspot air. Nah, hal ini dapat ditangkap dan dianalisis lagi berdasarkan pengamatan sistematis," paparnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI