KPK Dalami Dugaan Aliran Uang Haram dan Gratifikasi ke Dirut Airnav

Laporan: david
Kamis, 20 Juni 2024 | 15:29 WIB
Jubir KPK, Tessa Mahardhika (Sinpo.id)
Jubir KPK, Tessa Mahardhika (Sinpo.id)

SinPo.id -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak membiarkan kesaksian dan fakta-fakta yang muncul mengenai dugaan aliran uang harap dan gratifikasi barang ke para pejabat dalam kaitan korupsi proyek fiktif PT Amarta Karya.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto menyampaikan hal itu saat ditanyai mengenai dugaan pemberian sejumlah barang mewah dan uang dari pihak PT Amarta Karya kepada Dirut AirNav Indonesia, Polana Banguningsih Pramesti.

“Penyidik masih mendalami perkara Amarta Karya, pemanggilan saksi maupun penyitaan juga masih terus dilakukan, kita tunggu proses yang masih berjalan,” ujar Tessa kepada wartawan Kamis, 20 Juni 2024.

Polana diketahui telah diperiksa penyidik KPK pada Agustus 2023 sebagai saksi untuk melengkapi berkas perkara mantan Dirut PT Amarta Karya, Catur Prabowo.

Sebelumnya, Kepala Bagian pemberitaan KPK Ali Fikri menegaskan, soal Polana akan dibuka di persidangan.

“Materi pemeriksaan pasti nanti dibuka di hadapan majelis hakim," kata Ali Fikri beberapa waktu lalu.

Pada proses pemeriksaan saat itu, penyidik mencecar Polana mengenai aliran uang hasil korupsi proyek fiktif PT Amarta Karya. Diduga, hasil korupsi itu mengalir ke sejumlah kegiatan perusahaan. Ali Fikri belum bisa membeberkan secara rinci kegiatan perusahaan yang dimaksud.

“Prinsipnya kami konfirmasi kepada pihak-pihak sebagai saksi dalam rangka memperjelas dugaan perbuatan tersangka dalam perkara yang terus kami selesaikan penyidikannya ini," kata Ali Fikri.

Polana diduga menerima barang mewah, seperti sepeda Brompton dan jam Rolex serta sejumlah dana dari PT Amarta Karya. Dikonfirmasi itu, Ali menyebut akan mengonfirmasi kepada penyidik.

"Apakah juga ada penerimaan barang, seperti sepeda Brompton dan lain-lain tentu nanti kami akan konfirmasi dulu kepada tim penyidik KPK," imbuhnya.

Pada perkara ini, KPK telah memenjarakan eks Dirut PT Amarta Karya, Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya, Trisna Sutisna.

Catur diduga memerintahkan Trisna dan pejabat bagian akuntansi Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadinya.

Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.

Trisna bersama sejumlah staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV untuk menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya alias fiktif.

KPK menduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna.

Beberapa di antaranya, proyek Rumah Susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, proyek Gedung Olahraga Univesitas Negeri Jakarta (UNJ), dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjadjaran (Unpad). Akibat dugaan korupsi ini, keuangan negara menderita kerugian sekitar Rp 46 Miliar.

Belakangan, KPK mengambangkan kasus ini dengan menjerat dua pegawai Amarta Karya, Pandhit Sejo Aji dan Deden Prayoga sebagai tersangka. Keduanya diduga sebagai orang kepercayaan Catur Prabowo.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI