Pegiat Lingkungan Geruduk Konferensi Industri Nikel dan Kobalt Indonesia
SinPo.id - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bersama perwakilan warga Kepulauan Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua, hingga Nusa Tenggara, menggeruduk Konferensi Nikel dan Kobalt Indonesia[1] yang berlangsung di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 13 juni 2024. Mereka menggelar aksi sebagai peringatan, sekaligus memberikan pesan kepada investor, lembaga keuangan dan bank, serta para (calon) industri nikel Indonesia.
“Bahwa di balik seluruh ekstraksi nikel di Indonesia, terdapat kejahatan lingkungan dan kemanusiaan,” ujar Divisi Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional, Alfarhat Kasman, Kamis 13 Juni 2024.
Menurut Alfarhat, JATAM memperingatan keras kepada (calon) investor, lembaga keuangan dan bank, serta para (calon) penikmat nikel Indonesia, bahwa seluruh rantai kejahatan itu terdapat peran besar dari pelaku industri tambang dan keuangan, serta para penikmat nikel itu sendiri.
“Klaim seluruh perusahaan mematuhi aspek ESG (Enviromental, Social and Governance) jelas omong kosong. Seluruh perusahaan-perusahaan nikel tersebut telah menjadi aktor kunci terjadinya perluasan dan percepatan kerusakan lingkungan dan ruang hidup rakyat,” ujar Alfarhat menambahkan.
JATAM mendesak calon investor untuk hentikan rencana investasi di sektor pertambangan nikel dan EV di Indonesia. JATAM juga mengingatkan bahwa di balik kemudahan regulasi yang diberikan pemerintah kepada (calon) investor, terdapat dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara dan ekonomi rakyat.
“Juga menuntut seluruh pihak agar hentikan investasi (hulu-hilir) nikel di Indonesia, sebaliknya sama-sama menuntut pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku kejahatan,” kata Alfarhat menegaskan.
Menurut dia saat ini terdapat sekitar 380 izin tambang nikel dengan luas konsesi hampir mencapai satu juta hektare. Sedangkan dalam operasionalnya terjadi pencaplokan lahan yang berdampak pada hilangnya ruang pangan dan konflik sosial, kekerasan dan intimidasi, hingga kriminalisasi, pencemaran air, udara, dan laut, serta perusakan kawasan hutan yang memicu hilangnya wilayah resapan air dan deforestasi.
“Sedangkan kebutuhan energi listrik untuk menopang operasi pertambangan nikel, termasuk stasiun pengisian ulang baterai kendaraan listrik di Indonesia, juga telah memicu perluasan pembongkaran batubara di pulau Kalimantan dan Sumatera,” ujar Alfarhat menjelaskan.
Slain itu proses pembakaran batubara di PLTU industri nikel tersebut juga telah menyebabkan pencemaran udara, yang berdampak pada terganggunya kesehatan warga.