Diplomasi Politik Hijau Jokowi Diyakini Membawa Dampak Positif
SinPo.id - Ahli Emisi Karbon Osco Olfriady Letunggamu menilai, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia Andreas Bjelland Eriksen, di Istana Merdeka pada Minggu, 2 Juni 2024 sebagai langkah positif. Menurutnya, pertemuan keduanya merupakan upaya mitigasi perubahan iklim dan memberikan pemahaman, agar
tidak terjadi diskriminisasi Eropa terkait sawit Indonesia.
"Pertemuan semacam ini menjadi penting karena membahas strategi dan kolaborasi antar negara dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi lingkungan," kata Osco dalam keterangannya, Rabu, 5 Juni 2024.
Mantan Ketua Umum Perhimpunan Alumni Jerman menyebut, Indonesia berhasil menurunkan emisi karbon sejak tahun 2020 hingga 2023. Bahkan Indonesia berhasil melampaui target komitmen penurunan emisi karbon dari tahun 2020 sebanyak 945 juta ton sampai pada tahun 2022 sebesar 875 juta ton.
"Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya Bakar memperkirakan pada tahun 2023 sebesar 810 juta ton," kata dia.
Osco melihat Presiden Jokowi melakukan diplomasi politik hijau internasional yang sangat
piawai dalam pertemuan. Apalagi pertemuan itu berlangsung di hari libur.
“Pak Jokowi ingin membuat Norwegia sebagai Mitra Politik Hijau yang strategis. Secara paralel Jokowi menyampaikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia mempunyai atensi yang sangat tinggi terhadap emisi karbon, tata kelola dana lingkungan hidup dan niaga karbon kredit," bebernya.
Lebih jauh, pencapaian Indonesia pada target Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink untuk tahun 2030 terkait penggunaan hutan dan lahan akan memberikan manfaat ganda. Di antaranya yakni membantu Indonesia memenuhi target pengurangan emisi dan mendukung pembangunan berkelanjutan di berbagai sektor, termasuk pertanian, kehutanan, dan energi.
"Kredit karbon menjadi instrumen penting dalam memfasilitasi transfer teknologi dan investasi ke sektor-sektor yang ramah lingkungan, serta memberikan insentif bagi negara-negara berkembang untuk mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan," kata dia.
Namun, sambung Osco, penting untuk memastikan kerja sama ini didasarkan pada prinsip-prinsip yang adil dan transparan, serta memperhatikan kepentingan dan hak-hak
masyarakat adat serta pelaku ekonomi lokal.
Selain itu, perlu juga dipertimbangkan
mekanisme pengawasan dan verifikasi yang kuat. Sehingga dapat dipastikan proyek-proyek yang didukung memberikan manfaat yang signifikan dalam mengurangi emisi karbon dan menjaga kelestarian lingkungan.
"Secara keseluruhan, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Menteri Eriksen merupakan langkah positif dalam memperkuat kerja sama internasional dalam menghadapi tantangan perubahan iklim," jelasnya.