Persis Dukung Kebijakan Pemerintah Saudi, Haji Harus Pakai Visa Resmi

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 03 Juni 2024 | 19:10 WIB
Ketua Bidang Dakwah Pimpinan Pusat Persatuan Islam Ustaz Drs. KH. Uus Muhammad Ruhiyat (SinPo.id/Kemenag)
Ketua Bidang Dakwah Pimpinan Pusat Persatuan Islam Ustaz Drs. KH. Uus Muhammad Ruhiyat (SinPo.id/Kemenag)

SinPo.id - Ketua Bidang Dakwah Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) Ustaz KH. Uus Muhammad Ruhiyat mengatakan, beribadah haji harus menggunakan visa resmi haji dan prosedural.

Menurut dia, ibadah haji menggunakan visa non haji walaupun sah, tetapi berdosa. Sebab sengaja melakukan pelanggaran.

"Jadi jangan kotori ibadah haji itu dengan prilaku yang tidak baik. Apalagi dengan sengaja melakukan penyalahgunaan visa dan mengelabui para petugas," kata Ustaz Uus dalam keterangannya, Senin, 3 Juni 2024. 

Ustaz Uus menjelaskan, pihak Kerajaan Arab Saudi dan Pemerintah Indonesia telah sepakat terkait jumlah kuota haji. Semuanya tercatat dan direncanakan dengan sebaik mungkin.

"Kalau nanti masuk jemaah haji non visa haji atau haji illegal, hal ini akan berdampak membludaknya jemaah saat puncak ibadah haji. Hal ini bisa berdampak akan terjadi kecelakaan yang tidak diharapkan," kata Ustaz Uus. 

Ustaz Uus mengingatkan, ibadah haji niatnya hanya karena Allah SWT, kaifiatnya harus mengikuti sunnah Rasullah SAW, ongkosnya harus halal, dan harus mengikuti aturan yang diberlakukan oleh tuan rumah yaitu Kerajaan Arab Saudi. 

"Ibadah haji dilaksanakan di wilayah Arab Saudi. Dan visa itu adalah surat izin masuk ke negara tersebut, sebagai kulonuwon permohonan izin masuk kepada tuan rumah yang akan melayani dan mempersiapkan segala sesuatu demi lancarnya pelaksanaan ibadah haji. Dengan demikian kita wajib mengikuti peraturan yang berlaku di Kerajaan Arab Saudi," tegas Ustaz Uus.

Ia mengaku sangat prihatin, setelah membaca berita belakangan ini, banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditangkap lantaran menyalahgunakan visa non haji untuk berhaji, bahkan hingga mengelabui para petugas. 

Hal ini dapat menyebabkan jemaah melebihi kapasitas kuota yang telah ditetapkan. Kondisi ini bisa membahayakan para jemaah yang berhaji secara prosedural dan mendapat visa haji secara resmi.

"Penyalahgunaan visa non haji dalam melaksanakan ibadah haji telah merampas hak orang lain yang secara resmi telah ditetapkan pemerintah Saudi sebagai tamu Allah pada tahun ini melalui kuota yang disepakati jauh jauh hari," tegasnya. 

Ia juga prihatin atas kejadian para jemaah yang dideportasi dan mendapat sanksi dari pemerintah Saudi. 

"Pertama, 22 WNI calon Jemaah haji dan 2 orang kordinatornya ditangkap di Bir Ali pada 28 Mei 2024. Terbaru, Kerajaan Saudi kembali menangkap 37 orang di Madinah terdiri dari 16 perempuan, dan 21 laki-laki," ungkap Ustaz Uus. "Semoga hal ini menjadi pelajaran bagi para jamaah dan terlebih bagi para agen travel yang mempropagandakan visa non haji." 

Lebih lanjut, ia mengimbau, kepada seluruh kaum muslimin di Indonesia, hendaknya tidak tergiur dengan tawaran berangkat haji tanpa antrian dengan visa non haji. Ikuti saja jalur-jalur resmi, legal dan prosedural dan tidak melanggar.

"Semoga dengan segala ketaatan kita ini, ibadah haji kita memilik predikat haji yang mabrur, Insyaa Allah," tutup Ustaz Uus.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI