Jet Pribadi Harvey Moeis Diduga Hasil Korupsi Timah
SinPo.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menelusuri dugaan aliran uang korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 dengan tersangka Harvey Moeis.
Kejagung menduga Jet Pribadi milik suami dari artis Sandra Dewi itu merupakan hasil korupsi timah. Hal itu menjadi salah satu materi yang didalami penyidik saat memeriksa Sandra Dewi pada Rabu, 15 Mei 2024.
"Khusus terhadap saksi SD (Sandra Dewi), tim penyidik melakukan pendalaman terkait aset yang terindikasi sebagai hasil tindak pidana dari tersangka HM seperti pesawat jet," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi kepada wartawan, Kamis, 16 Mei 2024.
Kuntadi menambahkan lewat pemeriksaan itu penyidik juga turut mendalami tipe, kepemilikan, tahun perolehan, tempat penyimpanan, nama hingga nomor registrasi pesawat jet tersebut.
Selain Sandra Dewi, Kejagubg juga turut memeriksa 10 istri tersangka kasus korupsi timah lainnya. Ia menjelaskan pemeriksaan sengaja dilakukan untuk mendalami dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Pemeriksaan kita fokuskan pada dugaan TPPU sehingga para saksi yang kami periksa adalah istri dari yang telah kita tetapkan tersangka termasuk saudari SD (Sandra Dewi)," jelasnya.
Kuntadi menyebutkan istri dari para tersangka yang diperiksa ialah Sandra Dewi, EK, RS, AG, DSA, ALY, dan ECS. Lewat pemeriksaan itu penyidik diharapkan dapat menemukan harta atau aset milik tersangka ataupun keluarganya yang diduga hasil korupsi.
"Dengan demikian, tim penyidik dapat melakukan penyitaan dengan tepat guna mengoptimalisasi pemulihan kerugian negara," pungkasnya.
Kejagung telah menetapkan total 21 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.
Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.
Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.