Survei Populix, Cuti Melahirkan Pengaruhi Pilihan Tempat Kerja
SinPo.id - Survei Populix menyebutkan cuti melahirkan punya korelasi mempengaruhi pilihan tempat kerja dengan angka survey menunjukkan mayoritas pekerja atau 91 persen mengatakan ketersediaan cuti hamil atau melahirkan yang memadai mempengaruhi keputusan mereka memilih tempat kerja. Survey Populix itu terjadi pada pekerja perempuan maupun laki-laki.
“Meskipun, lebih banyak karyawan perempuan yang menyatakan, isu cuti melahirkan ini jadi pertimbangannya,” ujar Head of Social Research Populix, Vivi S Zabkie, dalam pernyataan diterima Sinpo,id, Kamis 3 Mei 2024
Survey Populix dilakukan terhadap 683 pekerja itu menunjukkan hanya 9 persen pekerja yang tidak menjadikan ketersediaan waktu cuti yang memadai menjadi pertimbangan mereka saat memilih tempat kerja.
“Sedangkan survei mencakup pekerja di Jawa, Sumatera dan sejumlah pulau lainnya ini juga menemukan bila belum semua perusahaan menerapkan cuti ibu melahirkan sesuai peraturan,” ujar Vivi menambahkan.
Tercatat undang-undang Cipta Kerja, Pasal 82 ayat (1) dan undang-undang nomor 13 Tahun 2013 menyebutkan total cuti melahirkan yang wajib diberikan kepada pekerja adalah tiga bulan.
Namun hasil survey populix itu justru menunjukkan 26 persen pekerja yang menyebut bila cuti melahirkan bagi ibu ditempat kerjanya hanya 1 bulan, sedang 16 persen menyebut dua bulan. Sedangkan pekerja yang telah telah mendapatkan cuti melahirkan sesuai ketentuan UU sebanyak 56 persen, sedang 2 persen sisanya malah mendapat cuti melahirkan lebih dari 3 bulan.
Temuan hasil survey itu dinilai penting karena masih ada perusahaan yang belum memenuhi aturan cuti. Sedangkan secara umum atau sebanyak 94 persen pekerja menilai jika cuti yang memadai penting bagi kesejahteraan ibu dan bayi.
“Nyaris tak ada responden yang menilai jika cuti yang memadai tak penting bagi kesejahteraan perempuan atau ibu dan bayinya,” ujar Vivi menjelaskan.
Dalam survey itu juga menyebutkan sebanyak 49 persen responden meyakini cuti melahirkan dapat mempengaruhi performa karyawan perempuan. “Penilaiannya atas berkurangnya performa ini umumnya datang dari karyawan laki-laki,” katanya.