MK Nilai Putusan MKMK Tak Cukup Buktikan Nepotisme Jokowi di Pilpres

Laporan: david
Senin, 22 April 2024 | 11:49 WIB
Sidang pembacaan putusan perkara Sengketa Pilpres 2024. (SinPo.id/Ashar)
Sidang pembacaan putusan perkara Sengketa Pilpres 2024. (SinPo.id/Ashar)

SinPo.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait putusan syarat usia minimal presiden-wakil presiden tidak cukup meyakinkan bahwa telah terjadi nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam perubahan syarat pasangan calon peserta Pilpres 2024.

Hal itu disampaikan Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan Mahkamah dalam sidang pengucapan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden 2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung MK RI, Jakarta, Senin 22 April 2024.

Dugaan adanya intervensi dari Presiden Jokowi itu muncul usai perubahan syarat pasangan calon sebagaimana diputus dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XX1/2023. Menurut MK, latar belakang dan keberlakuan putusan tersebut telah dilegaskan berkali-kali oleh MK melalui Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023, Putusan MK Nomor 145/PUU-XXI/2023, dan Putusan MK Nomor 150/PUU-XXI/2023.

Oleh karena itu, kata Arief, Mahkamah menilai persoalan mengenai penafsiran syarat pasangan calon sebagaimana telah diputuskan MK merupakan ranah pengujian norma. Hal itu juga telah diproses MK melalui putusan penguijan undang-undang, sehingga tidak ada persoalan mengenai keberlakuan syarat tersebut.

Arief mengatakan sejak Putusan Nomor 90 Tahun 2023 itu, syarat yang diberlakukan oleh Pasal 169 ayat (1) huruf q UU Pemilu adalah sebagaimana yang telah dinyatakan MK dalam amar putusan a quo.

Selain itu, Arief turut menyinggung putusan etik berat oleh MKMK terkait Putusan Nomor 90 itu. Dia menyebut putusan MKMK itu tidak dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi abuse of power presiden.

"Berkenaan dengan dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah, adanya Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta-merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut," ujar Arief.

Apalagi, kata Arief, kesimpulan putusan MKMK itu kemudian dikutip dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 141/PUU-XX1/2023 yang isinya menegaskan putusan MKMK tidak berwenang membatalkan keberlakuan putusan MK.

"Dalam konteks perselisihan hasil Pemilu, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusionalitas syarat, namun lebih tepat ditujukan kepada keterpenuhan syarat dari para pasangan calon peserta Pemilu," tegas Arief.

"Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari pihak terkait dan hasil verifikasi serta penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh Termohon telah sesuai dengan ketentuan tersebut serta tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024," sambungnya.

Arief pun menegaskan dalil para pemohon yang menyatakan terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan KPU sebagai termohon dalam melakukan verifikasi dan penetapan pasangan calon nomor 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka adalah tidak beralasan menurut hukum.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI