Dekriminalisasi Pengguna Narkoba Perlu Dipertimbangkan Pemerintah
JAKARTA, sinpo - Kata "perang terhadap narkotika" menjadi bahasa umum yang dipahami secara global dalam memerangi narkoba. Dengan demikian, Pemidanaan dijadikan salah satu instrumen pelengkap dari perang terhadap narkotika.
Peneliti Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus A.T Napitupulu mengatakan, pemidanaan ini telah berlangsung lama, sampai kemudian disadari bahwa kriminalisasi pengguna narkotika tidak menghasilkan kemajuan apa-apa, justru memunculkan konsep baru yang membawa fakta dan data yang berpihak kepada kesehatan masyarakat, yakni dekriminalisasi pengguna narkoba.
"Ada beberapa argumen dasar mengapa penting untuk mempertimbangkan dan menerapkan dekriminalisasi pengguna narkotika di Indonesia. Secara global hasil dan capaian menunjukkan kemajuan signifikan yang terjadi di beberapa negara yang bisa diadopsi di Indonesia," kata Erasmus dalam diskusi "Menuju Refisi UU Narkotika: Bagaimana Kebijakan Hukum Narkotika di Indonesia" di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (22/2).
Terkait konsep dekriminalisasi pengguna narkoba, Erasmus menuturkan, perlu untuk melihat kembali kriteria untuk menjadikan tindakan mengkonsumsi narkotika sebagai tindak pidana. "Penting untuk melihat kembali pandangan ahli terkait apa yang menjadi kriteria dasar kriminalisasi," tandasnya.
Dalam penjelasannya, ia menyebut ada tiga kriteria yang menjadi persamaan para ahli yakni tujuan yang ingin dicapai, dampak pada masyarakat dalam konteks publik, dan penggunaan pidana tidak lagi sesuai dengan kriminalisasi.
"Apabila merujuk UU Narkotika, dapat dibagi menjadi dua alasan utama mengapa ada kriminalisasi bagi pengguna narkotika. Secara umum yaitu memberikan efek jera bagi pengguna, alasan kedua, pengaturan secara sistematis dilakukan guna menjamin adanya ketersediaan rehabilitasi bagi pengguna narkotika, artinya adanya pendekatan kesehatan," paparnya.
Sedangkan, lanjut Erasmus, di Indonesia diperkirakan jumlah penyalahgunaan Narkoba periode 2013 sampai 2014 sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau setara dengan 1,9 persen dari populasi penduduk berusia 10-59. Hasil proyeksi angka prevelensi penyalahgunaan narkoba meningkat sekitar 2,6 persen di 2013. Kepala BNN, Budi Waseso pada 2016 menyebutkan bahwa jumlah pengguna narkotika sampai bulan juni 2015 tercatat 4,2 juta dan pada November meningkat signifikan hingga 5,9 juta orang.
Hingga september 2016, jumlah pengguna yang berada di tahanan dan Lapas berjumlah 24,914 orang, tiap tahunnya, angka jumlah penghuni Tahanan dan Lapas yang teridentifikasi sebagai pengguna tidak mengalami banyak perubahan meskipun negara memberlakukan hukum pidana yang sangat keras.
"Data-data ini sesungguhnya sudah cukup menjelaskan secara utuh bahwa pengguna narkotika di Indonesia. Asumsi bahwa pidana dan pemberatan hukum bagi pengguna akan memberikan efek jera nyata-nyata tidak pernah terbukti semenjak UU Narkotika dikelurakan pada 2009, bahkan tidak saat UU Narkotika dan Psikotropika dibentuk 1997," tandasnya. (Hns/Tsa)

