Fenomena Takjil War, Pengamat: Solidaritas Umat Beragama Terlihat Semakin Akrab
SinPo.id - Pengamat ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Suroto, menyampaikan bahwa fenomena 'takjil war' atau beburu makanan serta minuman untuk berbuka puasa di bulan Ramadan kali ini, merupakan berkah bagi penjual-penjual takjil yang bersifat musiman.
Menurutnya, omset para penjual takjil naik seketika karena fenomena 'takjil war'.
"Menurut saya lucu ya (takjil war). Karena ini satu fenomenan kondisi solidaritas antar umat beragama justru terlihat semakin akrab. Kenapa? Karena mungkin dasarnya bahwa para penjual takjil ini banyak yang nggak laku, terus aksi-aksi (war takjil) yang dilakukan itu kemudian bertujuan untuk meningkatkan omset penjual takjil," kata Suroto saat dihubungi SinPo.id, Kamis, 28 Maret 2024.
Menurut Suroto, fenomena war takjil ini juga membuat senyum para penjual. Sebab, tidak sedikit para penjual takjil, kadang-kadang jualannya tidak habis. Padahal, modal yang mereka keluarkan untuk membuat makanan dan minuman berbuka puasa itu, cukup besar.
"Kadang mereka sangat kesulitan sekali mencari pembeli, ya itu berpengaruh pada pendapatan mereka. Apalagi kalau mereka itu sampai modalnya yang digunakan oleh orang-orang kecil, pedagang-pedagang kecil rumahan ini harus habis, karena tidak laku. Nah, (takjil war) ini sangat menarik dan menolong sekali," tuturnya.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) ini melanjutkan, jangan hanya melihat dari takjil yang dibeli saja, namun ada multiplier effect yang diuntungkan dari war takjil tersebut. Ada banyak yang terkait dengan makanan maupun minuman untuk berbuka tersebut. Misal, penjual cincau, tepung, beras, dan lain-lain.
"(Takjil war) dampaknya positif. Walau sekedar istilah perang takjil, tapi multiplier effect-nya sangat besar. Bayangkan, dari industri makanan ini yang terkait banyak sekali," tuturnya.
Untuk itu, menurut Suroto, takjil war ini utamanya sangat memberi kebahagian bagi penjual takjil. Karena, jualan mereka dibeli bukan hanya oleh umat-umat islam yang berpuas, namun juga non-Muslim yang ingin menikmati makana khas puas.
"Tentunya keuntungan yang didapatkan dari hulu hingga hilir dari makanan (takjil) ini. Jadi ini bukan sesuatu yg remeh temeh. Ini berdampak sangat baik sekali. Menurut saya persaingan positif, apalagi dilandasi oleh dasar keakraban dan kekeluargaan serta solidaritas antar umat bergama," tukasnya.