Sutriyono: Reforma Agraria Jangan Disederhanakan dengan Bagi-Bagi Sertifikat Tanah!

Redaksi
Rabu, 28 Maret 2018 | 11:54 WIB
Sutriyono yang merupakan Anggota Komisi II DPR RI - Foto: Istimewa
Sutriyono yang merupakan Anggota Komisi II DPR RI - Foto: Istimewa

Jakarta, sinpo.id - Salah satu poin dari Nawacita Presiden Joko Widodo adalah reforma agraria. Nawacita ini diperkuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bahwa Pemerintah akan melakukan program reforma agraria.

Empat tahun kepemimpinan Presiden Jokowi berjalan, namun belum menghasilkan reforma agraria yang direncanakan. Justru reforma agraria mengalami distorsi dengan memusatkan reforma agraria sekadar bagi-bagi sertifikat tanah.

“Yang kita lihatkan hysteria dan seremoni Presiden bagi-bagi sertifikat tanah. Padahal ini sudah menjadi tugas negara melakukan sertfikasi tanah milik rakyat. Buat apa juga ada seremoni yang menghabiskan anggaran untuk acara tersebut,” kata Sutriyono selaku Anggota Komisi II DPR RI kepada sinpo.id melalui keterangan tertulisnya, Selasa (27/3/2018).

Menurutnya, terlalu menyederhanakan, apabila reforma agraria hanya memfokuskan kerja sertifikasi tanah. Ia mengatakan, reforma agraria bukan sekadar memberikan sertifikat tanah rakyat. Selama ini, tanpa sertifikasi itu, rakyat sudah bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk pemenuhan hidup. 

“Sertifkasi bukan tidak penting. Ada manfaatnya kok. Menambah nilai ekonomis lahan atau bisa menjadi modal untuk penambahan modal. Yang disayangkan, Pemerintah belum fokus pada substansi utama reforma agrari,” lanjutnya. 

Reforma agraria belum menyentuh pada persoalan dasar, yakni redistribusi lahan. Pemerintah baru sebatas mengkapitalisasi pembagian sertifikasi tanah (legalisasi aset). Bahkan, Presiden langsung membagi-bagikannya ke daerah dengan format Kunjungan Kerja (Kunker). Acara seremoni pembagian sertifikasi tanah ini seharusnya dikurangi. Cukup dilakukan oleh lurah. Presiden fokus pada hal pokok tentang  reforma agraria, yakni distribusi lahan yang berkeadilan. 

“Reforma agraria harus menyentuh penataan dan merapikan Undang-Undang dan regulasi lainnya. Berbagai Peraturan Perundang-Undangan dan kebijakan Pemerintah yang lebih condong kepada kepentingan korporasi yang usahanya di bidang Sumber Daya Alam (SDA). Apalagi menimbulkan ketidakadilan dalam penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria,” ungkapnya.

“Sertifikasi tanah akan lebih bermanfaat jika penataan struktur agraria yang timpang diterapkan terlebih dahulu. Reforma agraria terdistorsi hanya dengan melakukan sertifikasi tanah. Sebelum sertifikasi tanah, terlebih dahulu dilakukan penataan agraria sesuai UUPA 1960 yang ada,” tambahnya sekaligus mengakhiri.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI