Pakar Siber: Harusnya KPU Perbaiki Masalah Grafik Sirekap, Bukan Dihapus

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 06 Maret 2024 | 16:59 WIB
Gedung KPU RI (SinPo.id/ Khaerul Anam)
Gedung KPU RI (SinPo.id/ Khaerul Anam)

SinPo.id - Pakar Keamanan Siber dari Communication and Information System Security Research (CISSReC), Pratama Persadha, mengaku heran dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dalam menyelesaikan setiap masalah di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Dulu, polemiknya terkait perbedaan pembacaan Optical Character Recognition (OCR) dan Optical Mark Reader (OMR, lokasi server, serta dugaan penggelembungan suara, kini penghentian tayangan grafik atau diagram perolehan suara di Sirekap. 

"Seharusnya, jika KPU memang menyadari jika sistem Sirekap bermasalah, maka yang perlu dilakukan oleh KPU adalah memperbaiki masalah yang ada tersebut, bukan menghapus beberapa fungsi Sirekap seperti yang dilakukan oleh KPU pada saat ini," kata Pratama saat dihubungi SinPo.id, Rabu, 6 Maret 2024. 

Menurut Pratama, penghapusan diagram itu, dapat menimbulkan isu baru, dimana KPU menghilangkan fungsi transparansi kepada publik. Akhirnya, publik berspekulasi bahwa patut diduga ada yang ingin secara diam-diam menggelembungkan atau menggeser suara. 

Alasannya, dengan dihilangkannya fitur rekapitulasi serta grafik perolehan suara, maka masyarakat tidak dapat melakukan crosscheck hasil perhitungan sementara. 

"Tidak mungkin masyarakat harus menghitung secara manual 823 ribu TPS untuk memastikan hasil rekapitulasi KPU tidak ada penyelewengan. klrena publik tidak bisa lagi melihat gambaran utuh perolehan suara Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 ataupun Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 lantaran Sirekap kini hanya menampilkan formulir model C, " ungkapnya. 

Oleh karena, lanjut Pratama, bukannya alih-alih ingin menghindari prasangka, tindakan KPU ini malah menimbulkan sebuah prasangka baru. Apalagi, saat ini, perhitungan suara berjenjang sudah memasuki setengah perjalanan.

"Terlebih tindakan KPU ini dilakukan setelah beberapa hari sebelumnya KPU juga terkena polemik isu penggelembungan salah satu partai dengan menggeser suara tidak sah kepada partai tersebut. Sehingga lebih menguatkan isu bahwa KPU memang bermain pada pemilu kali ini," kata Pratama menduga. 

Lebih jauh, Pratama menilai, meskipun  tampilan diagram di Sirekap bukanlah hasil yang dijadikan acuan hasil akhir, namun fungsi dasarnya ialah sebagai  transparansi KPU kepada publik. 

"Dengan menghilangkan fitur rekapitulasi dan grafik dari sistem Sirekap, maka Sirekap tidak akan berjalan sesuai dengan desainnya, dan akan menimbulkan isu baru. Kenapa sebuah sistem yang dibuat dengan biaya tinggi bisa dibilang hampir tidak terpakai, karena fungsi dasarnya yaitu transparansi serta rekapitulasi yang dihilangkan. Padahal, menurut Keputusan KPU 66/2024 Nomor 46 menjelaskan bahwa Sirekap bukan sekedar sarana publikasi tapi juga alat rekapitulasi. Sehingga seharusnya hasilnya bisa dipertanggungjawabkan," tukasnya.

Diketahui, diagram perolehan suara Pilpres di laman Sirekap menghilang. Hal yang sama juga terjadi pada chart hasil perolehan suara pemilu legislatif DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota, dan DPD RI.

Biasanya, ketika Sirekap diakses, pengakses dapat melihat diagram berbentuk bulat atau batang yang menunjukkan perolehan suara dari masing-masing peserta pemilu.

Dalam tampilan juga muncul keterangan jumlah TPS yang sudah memasukkan data perolehan suara dalam Sirekap.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI