Fraksi DPD di MPR Dukung Penuh Putusan Ambang Batas Parlemen

Laporan: Juven Martua Sitompul
Selasa, 05 Maret 2024 | 19:58 WIB
Gedung DPR/MPR/DPD (SinPo.id/ Ashar)
Gedung DPR/MPR/DPD (SinPo.id/ Ashar)

SinPo.id - Ketua Fraksi Kelompok DPD di MPR, M Syukur, mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pengaturan ulang ambang batas Parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen.

Syukur mengatakan rakyat mempunyai hak memilih dan dipilih serta perlu dilindungi suaranya dalam pemilu. Sehingga, tidak boleh ada satu pun suara yang hangus hanya karena partai yang dipilih tidak memenuhi ambang batas Parlemen.

"Saya usulkan, kalau perlu, persentase ambang batas parlemen angkanya diminimalkan sedemikian rupa, bahkan kalau bisa dinolkan agar suara rakyat tidak terbuang sia-sia sehingga akan makin banyak suara mereka terwakili di DPR," kata Syukur dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.

Dia menilai desain pemilu tanpa ambang batas Parlemen atau menggunakan ambang batas seminimal mungkin, jauh lebih demokratis dan berdaulat daripada menerapkan angka yang besar, namun membuat suara rakyat banyak yang hangus.

Selain itu, dia berpandangan putusan MK yang menganulir ambang batas 4 persen bisa menjadi momentum untuk melakukan re judicial review Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen.

"Meskipun dua norma tersebut pengaturannya menjadi wewenang pembuat undang-undang atau open legal policy, keduanya sama-sama mengeliminasi kedaulatan rakyat, seharusnya presidential threshold bisa dihapus," ujarnya.

Selama ini, kata Syukur, DPD fokus pada pengkajian soal penghapusan presidential threshold 20 persen karena dianggap tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dan menghilangkan hak kebebasan individu untuk dipilih.

 

Pada tahun 2022, DPD sempat mengajukan judicial review ke MK. Namun, ditolak dengan alasan tidak punya kedudukan hukum.

 

"DPD secara kelembagaan sampai sekarang masih konsisten mendukung penghapusan presidential threshold 20 persen meskipun hal tersebut berulang kali telah digugat di MK oleh berbagai kelompok masyarakat dan selama itu pula MK belum berhasil menghapusnya," kata dia.

Meski demikian, dia menilai putusan majelis hakim MK tidak pernah bulat karena terdapat dua hakim MK yang melakukan dissenting opinion, yaitu Suhartoyo dan Saldi Isra.

"Ini menunjukkan bahwa masih ada hakim di internal MK yang berpendapat bahwa presidential threshold 20 persen bermasalah," ujarnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI