MK: Pemohon Tak Hadiri Sidang Pendahuluan, Uji Materi Gugur
SinPo.id - Mahkamah Konstitusi menyatakan gugur terhadap permohonan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Sidang pleno pengucapan ketetapan mengenai gugurnya perkara tersebut digelar di MK pada Selasa 13 Februari 2024. Permohonan pengujian materiil UU MK tersebut diajukan oleh mahasiswa bernama Adoni Y. Tanesab yang memberikan kuasa kepada Marthen Boiliu. Namun Pemohon maupun kuasanya tidak menghadiri sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar pada 6 Februari 2024.
“Menetapkan, menyatakan permohonan Pemohon gugur,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan Ketetapan Nomor 8/PUU-XXII/2024 yang dihadiri sembilan hakim konstitusi di Ruang Sidang Pleno MK.
Mahkamah dalam pertimbangannya menyebutkan telah menerima pengajuan permohonan Pemohon bertanggal 9 Januari 2024. Mahkamah kemudian menjadwalkan persidangan pendahuluan dengan agenda mendengarkan permohonan Pemohon pada 6 Februari 2024. Berkaitan dengan hal ini, Pemohon juga telah dipanggil secara sah dan patut dengan surat perihal panggilan sidang bertanggal 26 Januari 2024. Namun, Pemohon tidak menghadiri sidang yang dimaksud.
Lebih lanjut Mahkamah menyatakan Pemohon hanya mengirimkan surat elektronik bertanggal 6 Februari 2024 yang dikirim melalui email ke juru panggil Mahkamah, yang pada pokoknya meminta pengunduran jadwal sidang karena Pemohon sedang bertugas di luar kota sehingga berhalangan hadir pada persidangan MK. Kendati demikian, Mahkamah berpegang pada ketentuan Pasal 41 ayat (4) Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 bahwa Mahkamah menyatakan permohonan gugur dalam hal Pemohon dan/atau kuasa hukum tidak hadir dalam pemeriksaan pendahuluan tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara sah dan patut.
Syahdan, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 7 Februari 2024 berkesimpulan bahwa ketidakhadiran Pemohon pada sidang pemeriksaan pendahuluan tersebut menunjukkan Pemohon tidak sungguh-sungguh dalam mengajukan permohonan. Keberadaan Pemohon di luar kota tidak menjadi alasan yang sah untuk tidak menghadiri persidangan MK. Dalam surat panggilan sidang pun, Pemohon telah diinformasikan dapat menghadiri sidang secara daring dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada MK.
“Dengan demikian, permohonan Pemohon untuk dilakukan penundaan persidangan adalah tidak beralasan sehingga permohonan Pemohon harus dinyatakan gugur,” kata Suhartoyo.
Sebagai tambahan informasi, Pemohon dalam berkas permohonannya mengajukan permohonan pengujian Pasal 1 ayat (3) huruf a, Pasal 10 ayat (1) huruf a, Pasal 30 huruf a, Pasal 51 ayat (1) dan (3) huruf a dan b, Pasal 51A ayat (1), (2) huruf b, (4) huruf b dan c, (5) huruf b dan c Perubahan Pertama, Pasal 56 ayat (3), (4) dan (5), Pasal 57 ayat (1) dan (2), dan Pasal 59 ayat (1) UU MK beserta penjelasannya, sepanjang mengenai frasa "Undang-Undang". Menurut Pemohon, norma-norma tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa "Undang-Undang" tidak dimaknai "meliputi Putusan Mahkamah Konstitusi yang proses pemeriksaan dan pengambilan Putusan Mahkamah Konstitusi dinyatakan terbukti melanggar prinsip independensi dan ketakberpihakan Kode Etik Perilaku Hakim Konsitusi (Sapta Karsa Hutama) berdasarkan Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)".
Jika permohonan tersebut dikabulkan, Pemohon dapat mengajukan permohonan pengujian/pemeriksaan kembali Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 guna diuji/diperiksa kembali dan dibatalkan karena MK memiliki kewenangan untuk itu. Pemohon dalam permohonannya juga menyebutkan, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang sudah dinyatakan terbukti melanggar kode etik telah kehilangan legitimasi. Menurut Pemohon, ketentuan yang menyatakan, "Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” pun ikut kehilangan legitimasi.
Karena itu, menurut Pemohon sudah tepat dan benar jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pengujian pasal-pasal UU MK yang dimohonkan Pemohon, agar dengan jalan demikian Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut dapat diuji/diperiksa dan dibatalkan guna menciptakan kepastian hukum dan keadilan hukum sebagai sumber legitimasi hukum atas calon presiden dan calon wakil presiden yang dikehendaki Pemohon dan 204.807.222 pemilih Indonesia.