Petinggi Harita Group hingga Bos PT Adidaya Tangguh Kompak Mangkir Panggilan KPK

Laporan: david
Rabu, 31 Januari 2024 | 14:34 WIB
Kantor KPK RI (Sinpo.id)
Kantor KPK RI (Sinpo.id)

SinPo.id -  Direktur Utama (Dirut) PT Trimegah Bangun Persada (anak usaha Harita Group) Roy Arman Arfandy mangkir atau tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 29 Januari 2024.

"Roy Arman Arfandy (Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada), saksi tidak hadir dan konfirmasi jadwal ulang," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu 31 Januari 2024.

Selain Roy Arman, KPK sedianya memeriksa dua saksi lainnya, yaitu Direktur Utama PT Adidaya Tangguh, Eddy Sanusi dan Direktur PT Smart Marsindo, Shanty Alda Nathalia.

Namun, keduanya mangkir dan sama sekali tidak mengonfirmasi ketidakhadirannya kepada KPK. KPK mengingatkan agar kedua saksi tersebut dapat kooperatif.

"Kedua saksi tidak hadir dan tanpa memberikan konfirmasi pada tim penyidik. Kami ingatkan untuk kooperatif hadir pada pemanggilan berikutnya," jelas Ali.

KPK mendalami mulai mengusut kasus dugaan korupsi terkait perizinan pertambangan di Maluku Utara (Malut). Hal itu didalami penyidik KPK kepasa dua bos pertambangan di Malut pada Senin, 29 Januari 2024.

Mereka, yakni Direktur Utama PT Nusa Halmahera Mineral, Romo Nitiyudo Wachjo dan Direktur Halmahera Sukses Mineral, Ade Wirawan Lohisto. Keduanya diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap kepada Gubernur nonaktif Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba.

Tim penyidik mencecar Romo Nitiyudo Wachjo dan Ade Wirawan mengenai aliran uang kepada Abdul Gani Kasuba terkait pengurusan izin tambang di daerah tersebut.

"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pengurusan izin pertambangan yang ada di wilayah Maluku Utara dan dugaan adanya aliran uang untuk tersangka AGK (Abdul Gani Kasuba) dalam pengurusan dimaksud," kata Ali Fikri.

Dalam kasus suap tersebut, KPK telah menjerat Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada, Stevi Thomas dan Gubernur nonaktif Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba sebagai tersangka.

KPK juga menetapkan Kadis Perumahan dan Pemukiman Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Daud Ismail, dan Kepala BPPBJ Ridwan Arsan. Kemudian, Ramadhan Ibrahim yang merupakan ajudan Abdul Gani Kasuba, serta Kristian Wuisan.

Penetapan tersangka dilakukan KPK melalui gelar perkara setelah memeriksa secara intensif 18 orang yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta dan Maluku Utara pada Senin, 18 Desember 2024.

Abdul Gani diduga menerima suap terkait sejumlah proyek di Maluku Utara. Salah satunya proyek jembatan dan jalan dengan total anggaran mencapai Rp 500 miliar.

Dalam menjalankan aksinya, Abdul Gani Kasuba memerintahkan Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Ridwan Arsan untuk menyampaikan berbagai proyek di Maluku Utara, termasuk proyek jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.

Dari proyek-proyek tersebut, Abdul kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor. Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu Kristian Wuisan.

Selain itu, Stevi Thomas juga telah memberikan uang kepada Abdul Gani Kasuba melalui Ramadhan Ibrahim untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan yang melewati perusahannya yang merupakan anak usaha dari Harita Group.

Kristian dan Stevi menyetorkan uang suap secara tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta.

Sejauh ini, KPK menyita uang Rp 2,2 miliar yang disimpan di rekening penampung. Uang-uang tersebut kemudian digunakan di antaranya untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.

Selain suap proyek, Abdul Gani juga diduga menerima suap dari para ASN di Pemprov Maluku Utara untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Maluku Utara.sinpo

Komentar: