Ecky Awal: Langkah Pertamina Naikan Harga BBM Sulut Inflasi

Laporan:
Selasa, 27 Februari 2018 | 11:15 WIB
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Jakarta, sinpo.id - Anggota Komisi XI DPR RI, Ecky Awal Mucharram menyebut langkah yang diambil oleh Pertamina (Persero) dalam manaikan harga BBM non subsidi dapat menyulut kembali inflasi.

Pada periode Januari, inflasi merangsek di angka 3,25 persen (yoy) dimana inflasi energi mencapai 8,6 persen, adapun inflasi harga diatur pemerintah di 5,82 persen.

"Artinya gejolak investasi masih disebabkan oleh intevensi pemerintah di bidang harga, bukan karena peningkatan konsumsi (belanja). Tentu daya beli akan kembali terganggu karena langkah ini (menaikan harga BBM) menyulut inflasi," terang Ecky melalui keterangan tertulisnya, Selasa (27/2/2018).

Walau harga yang dinaikan merupakan harga BBM non subsidi, yang notabene dipakai kalangan menengah ke atas, akan tetapi kebijakan ini akan lebih menekan kepada kalangan ke bawah. Karena inflasi lebih terasa pada kalangan rakyat kecil.

"Dengan demikian agak sulit juga memperbaiki ketimpangan jika harga barang-barang pokok terus diintervensi. Kebijakan ini jelas-jelas tidak pro rakyat," ungkapnya.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa, pertumbuhan ekonomi memiliki tendensi melambat, karena perlambatan konsumsi rumah tangga akibat penurunan daya beli. Jadi, rakyat akan menahan untuk konsumsi sebagai upaya antisipasi 'kalau-kalau” minyak naik lagi'.

“Jelas akan sulit mencapai target pertumbuhan tinggi, jika pemerintah seringkali menaikkan BBM”.

Dalam beberapa laporan BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga rata-rata di bawah 5 persen atau di bawah pertumbuhan ekonomi. Padahal, peranannya mencapai 55 persen terhadap PDB. Pada 2017, Ecky menjelaskan pertumbuhan ekonomi hanya 5,07 persen dimana konsumsi rumah tangga hanya naik 4,95 persen.

Padahal kita ingin ekonomi bisa meroket, atau setidaknya memenuhi target APBN-P 2017 sebesar 5,2 persen. Jika pertumbuhan ekonomi tetap rendah, bagaimana pemerintah akan mampu menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan yang lebih cepat

BERITALAINNYA
BERITATERKINI