Pemilu Kerap Tegang, Fahri: UU Parpol dan UU Pemilu Harus Diubah
SinPo.id - Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyebut ketegangan pemilu di Tanah Air menjadi liar. Sehingga, ada banyak hal yang perlu diperbaiki.
"Saya mengkritik ini sudah lama. Jadi kalau kita mau menciptakan pemilu yang tidak lebih tegang seperti sekarang ini, kita harus menata secara serius, hal-hal yang kita catat hari ini harus kita ubah, paling tidak dua undang-undang," kata Fahri dalam Dialektika Demokrasi bertema 'Peran DPR RI Kawal Tahapan Pemilu, Usai Pendaftaran Capres' di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 26 Oktober 2023.
Fahri mengaku menganalisis sebab-sebab ketegangan pada setiap menjelang pemilu. Hasilnya, ketegangan itu memiliki jadwal yang jelas sehingga mendatangkan penonton musiman.
"Yang main juga jelas siapa di situ, sehingga datanglah penonton itu idol-idol dari jagoan-jagoan yang akan muncul, kemudian juga rutenya dari pertarungan itu. Kalau kita nonton MotoGP atau ada sirkuit-sirkuitnya, selain mendatangkan satu keasyikan, tetapi pada dasarnya ketegangan itu terkelola, karena itu seperti suatu yang menarik," tuturnya.
Fahri menyatakan dua UU yang dimaksud itu adalah UU tentang Partai Politik (Parpol) dan UU Pemilu. UU Parpol itu, kata Fahri, harus menegaskan otoritas partai sebagai satu-satunya peserta di dalam pemilu legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres).
Dia menilai hal ini penting karena Undang-Undang Dasar (UUD) berkata demikian, yakni kalau mau mengubah maka mengubah harus konstitusinya.
Selain itu, parpol juga harus punya confidence dari awal untuk mendesain peserta pemilu adalah parpol. Sehingga, kedisiplinan jenjang dalam karir politik, keanggotaan, afiliasi partai seperti yang selama ini kita diskusikan, itu memang harus dimatangkan.
"Sehingga nanti ke depan nggak ada lagi pengusaha di tengah jalan yang punya uang numpang dengan jadi calon. Itu akan hilang. Tapi tentunya kita harus berani itu, meski pun sebagai parpol tidak mempunyai modal alias uang. Tapi jangan karena tidak punya uang, lantas dikasih kesempatan kepada para pemilik uang untuk masuk dalam politik," katanya.
"Nah, ke depannya mesti ini berkeras. Jadi pendulumnya adalah di satu sisi partai politik harus serius mengatur karir orang politik, Dan di dalam partai politik tidak boleh berlonggar-longgar soal keanggotaan yang sekarang ini sedang kita kritik. Tetapi di pendulum yang lain saya mengusulkan adanya kebebasan dari kader partaj yang menjadi pejabat publik. Itu kalau dua pendulum kita selesaikan itu enak kita melaihat politik kita kedepannya," kata Fahri.
Fahri melanjutkan revisi yang kedua adalah merevisi UU Pemilu. Khususnya terkait ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold/PT 20 persen dan juga orang Parliamentary Threshold.
"Biarlah orang kampung dari partai misalnya, Gede Pasek dari Bali dia maju di Bali, suatu hari dia terpilih di Bali, Karena dia asli orang Bali yang dikenal vocal bersuara di Jakarta, sehingga nitip suara dia itu ada jaminan. Biarin aja dia sendiri di sini kalau PKN-nya enggak lolos threshold, ngapain nggak ada kesulitannya mengelola partai yang banyak di parlemen ini, bubarkan itu fraksi kalau kita mau," kata Caleg DPR RI dari Partai Gelora untuk Dapil Nusa Tenggara Barat I Itu.