Bamsoet Sebut Demokrasi Indonesia Harus Keluar dari Stagnasi

Laporan: Juven Martua Sitompul
Selasa, 03 Oktober 2023 | 14:35 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. (SinPo.id/Dok. MPR RI)
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. (SinPo.id/Dok. MPR RI)

SinPo.id - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet menilai sistem demokrasi Indonesia harus bisa keluar dari stagnasi yang dikategorikan sebagai belum mapan, masih berproses menuju kematangan dan pendewasaan.

“Jadi itu hasil penelitian ekonomis, bahwa kita sedang menuju ke demokrasi yang dewasa. Masih ada hal-hal yang membuat kita belum sampai ke sana, menjadi demokrasi yang sempurna,” kata Bamsoet usai mengisi seminar nasional Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) ke-24 tahun 2023 Lemhannas RI di Jakarta pada Selasa, 3 Oktober 2023.

Bamsoet mengatakan bahwa laporan Economist Intelligence Unit menunjukkan, indeks demokrasi Indonesia berada pada skor 6,71 atau sama dengan perolehan tahun sebelumnya.

Skor tersebut menempatkan Indonesia berada di peringkat 54 dari 167 negara yang disurvei pada Februari 2023, atau turun dari tahun sebelumnya yang berada di urutan ke 52.

Dia menjelaskan pemanfaatan teknologi dari sisi ekonomi memang sudah cukup baik, yaitu pada 2022 Indonesia menguasai 40 persen dari ekonomi digital ASEAN yang mencapai 194 miliar dolar AS.

Selain itu Gross National Income (GNI) sebesar 4.580 dolar AS, atau naik 9,8 persen dari tahun sebelumnya.

Menurut Bamsoet, situasi tersebut seharusnya bisa terjadi juga pada sistem demokrasi Indonesia, dengan memanfaatkan teknologi yang memungkinkan pemilih untuk menentukan pilihannya secara daring.

Penetrasi internet yang hampir mencapai 80 persen dari total penduduk Indonesia sebaiknya juga bisa diandalkan dalam hal menyerap aspirasi publik, melalui sistem pemilu digital yang jauh lebih murah, cepat, dan aman.

"Karena kita sudah terjebak hari ini pada demokrasi angka-angka dan transaksional, yang makin lama makin mahal. Jadi tidak heran kalau banyak kepala daerah, anggota DPR, sebuah tingkatan, yang terjerat OTT, KPK, hampir 600 yang terjerat,” ujar Bamsoet.

Ia menyebut bahwa negara seperti Filipina sudah sukses melakukan e-voting pemilu dengan partisipasi publik yang semakin meningkat menjadi 80 persen.

Menurut dia, Indonesia perlahan harus bisa menerapkan sistem tersebut, meski tahapan awal tidak bisa langsung dilakukan dari telepon genggam.

Sistem pemilihan digital bisa dilakukan dengan tetap datang ke bilik suara, melalui layar monitor yang telah disediakan penyelenggara pemilu.
"Jadi tidak diperlukan lagi paku, kertas, apalagi tinta suara, karena begitu dipakai, nomor induk kependudukannya tidak bisa dipakai lagi,” kata Bamsoet.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI