MEMBURU FREDY PRATAMA
SinPo.id - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menerbitkan red notice terhadap gembong narkoba Fredy Pratama. Langkah yang diimbangi koordinasi dengan Kepolisian Thailand dan Malaysia itu sebagai bagian memburu buronan gembong narkoba sejak tahun 2014.
"Sejak bulan Juni 2023 (red notice), diterbitkan" kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa Mukti, Kamis, 14 September 2023.
Mukti menduga buronan gembong narkoba Fredy Pratama sudah mengubah wajah dan identitas diri. "Ada kemungkinan dia mengubah wajah. Ya mau operasi plastik kita enggak tahu, dia mengubah identitas diri,” kata Mukti menambahkan.
Tak hanya Fredy, Mukti juga mengatakan telah memburu kaki tangannya yang selama ini mengurus keuangan Fredy Pratama. Kaki tangan tersebut merupakan pasangan suami istri berkewarganegaraan Indonesia.
“Pasangan suami istri itu bernama Frans Antony dan Petra Niasi,” ujar Mukti menjelaskan.
Menurut Mukti, kedua orang kepercaan Fredy itu diduga juga masih berada di luar negeri, perburuan keduanya masuk ke dalam operasi yang diberi sandi Escobar, tujuan utamanya memburu Fredy Pratama. "Masih di luar negeri. Warga negara Indonesia semua,” katanya.
Catatan Polri menyebutkan, peredaran narkoba jaringan Fredy sejak tahun 2020 hingga September 2023, melibatkan 884 orang. Mereka kini telah ditangkap dan menjadi tersangka.
Wakil Direktur Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Kombes Jayadi, membenarkan dugaan Fredy berada di Thailand. Sehingga Polri bekerjasama dengan Kepolisian luar negeri melalui Interpol memburu keberadaan bandar narkoba itu.
"Prioritas pertama Thailand, berikutnya negara-negara tetangga. Dugaan sementara di sekitar Thailand,” ujar Jayadi.
Jayadi mengatakan Polri juga kita tidak fokus wilayah Thailand, namun juga negara lain. “Negara lain juga akan terus komunikasi,” ujar Jayadi menambahkan.
**
Perputaran Mencapai Rp51 Triliun, diduga melibatkan aparat
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi total perputaran uang dari jaringan narkotika internasional Fredy Pratama mencapai Rp51 triliun mulai periode tahun 2013 sampai 2023.
Tercatat PPATK melakukan deteksi 32 Laporan Hasil Analisis (LHA) terhadap rekening milik para pelaku serta dengan perusahaan yang terafiliasi. "Sementara perputaran terkait dengan sindikat narkoba internasional ini (Fredy Pratama) tadi tercatat ada 51 triliun sepanjang 2013-2023," kata Sekretaris Utama PPATK Irjen Alberd Teddy Benhard Sianipar, selasa pekan lalu.
Menurut Teddy, PPATK telah menindaklanjuti temuan itu dengan rapat koordinasi melibatkan intelijen Thailand untuk memburu keberadaan aset tersangka yang berada di luar negeri.
"Untuk mendeteksi rekening-rekening milik tersangka, sekaligus lokasi keberadaan aset, termasuk beberapa tersangka jaringan lain yang dicari," ujar Teddy menjelaskan.
Saat ini PPATK telah memblokir 606 rekening yang diduga terafiliasi Fredy Pratama, total saldo dari seluruh rekening saat diblokir mencapai Rp45 miliar.
"Tindak lanjut sesuai kewenangan PPATK melakukan penghentian sementara kepada seluruh transaksi dengan 606 rekening, itu seluruhnya ada di Indonesia. Kemudian ada dua perusahaan aset. Total saldo yang saat dilakukan pengehentian itu ada sekitar Rp45 miliar," ujar Teddy.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan, polisi menyita aset senilai Rp10,5 triliun dari hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas pidana awal peredaran narkotika jaringan internasional.
“Aset TPPU yang telah disita dan akan dikoordinasikan oleh Thailand adalah sebesar Rp273 Miliar. Jika dikonversikan barang bukti narkoba dan aset TPPU nilainya cukup fantastis yaitu sekitar Rp10,5 triliun, selama 2020-2023,” kata Wahyu.
Pengungkapan itu bekerjasama dengan Royal Malaysia Police, Royal Malaysian Customs Departement, Royal Thai Police, Us-Dea, dan instansi terkait lainnya, sekaligus membongkar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil peredaran narkotika jenis sabu dan ekstasi lintas negara itu.
Menurut Wahyu pengungkapan kasus tersebut dimulai dengan adanya operasi bersama atau join operating. Operasi bersama masih dilakukan lantaran tersangka Fredy Pratama, selaku aktor utama dalam perkara ini masih berstatus DPO alias buron.
Tercatat, sejak 2020 sampai dengan 2023 terdapat 408 laporan polisi dengan 884 tersangka yang sudah ditangkap, semua terkait dengan Fredy Pratama. Jaringan tersebut memang menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama peredaran narkoba, dan dikendalikan oleh Fredy Pratama yang bersembunyi di Thailand.
“Sindikat ini memang rapi dan terstruktur. Siapa berbuat apa, ada bagian keuangan, bagian pembuat dokumen, dan sebagainya,” ujar Wahyu menjelaskan.
Modus lain digunakan jaringan narkoba Fredy Pratama menyusun komunikasi dengan sangat rapi melalui penggunaan aplikasi yang jarang digunakan oleh masyarakat umum. Tak hanya itu, banyak pula rekening dari berbagai bank yang digunakan.
“Rekening yang digunakan 406 dengan saldo Rp28,7 miliar dan sudah dilakukan pemblokiran,” kata Wahyu.
Sedangkan total penyitaan yang dilakukan terhadap barang bukti narkotika dalam kasus ini yakni 10,2 ton sabu, dengan perkiraan yang sudah masuk ke Indonesia untuk diedarkan mencapai 100 hingga 500 kilogram. Terkait TPPU yang dikenakan terhadap tangkapan kali ini sebesar Rp273 miliar. Selain itu, kata Wahyu, masih ada aset lainnya yang dalam proses penyitaan di Thailand.
“Jumlah aset yang telah disita ini secara keseluruhan sekitar Rp273,45 miliar,” katanya.
**
Sindikat narkoba Fredy juga melibatkan aparat kepolisian di daerah. Hal itu dibuktikan dengan temuan mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan, Ajun Komisaris Andrie Gustami yang terlibat dengan jaringan Fredy.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa menyatakan Andri Gustami telah ditetapkan sebagai tersangka yang berperan sebagai kurir dalam jaringan narkoba Fredy Pratama.
"Iya sudah tersangka (AKP Andrie Gustami),” kata Mukti saat dikonfirmasi.
Keterlibatan aparat itu ditemukan saat Bareskrim Polri membongkar sindikat narkoba Fredy yang berjejaring internasional.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bakal menindak tegas jajarannya yang terlibat dalam jaringan narkoba internasional Fredy Pratama. Termasuk terhadap mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan Ajun Komisaris Andrie Gustami.
"Pasti kita tindak. Dan kalau masalah-masalah seperti ini saya kira Polri tidak pernah ragu-ragu," ujar Sigit.
Menurut Sigit, Polri berkomitmen akan memberikan reward dan punishment terhadap jajarannya. Memberikan apresiasi terhadap anggota yang berprestasi, dan sebaliknya akan menghukum mereka yang melanggar.
"Kita kan sudah menyampaikan secara tegas bahwa kita akan selalu melakukan punishment dan juga reward,” ujar Sigit menegaskan.
Sigit mengatakan anggota kepolisian yang baik akan berikan apresiasi, namun sebaliknya bagi bagi anggota yang kemudian melakukan pelanggaran. “Apalagi masuk dalam bagian yang seharusnya dia melakukan penegakan, ya tentunya kita akan melakukan tindakan tegas," katanya.