Sidang Sengketa PITI, Ipong dan Jusuf Hamka Berselisih

Laporan: Bayu Primanda
Minggu, 20 Agustus 2023 | 15:04 WIB
Ilustrasi (Sinpo.id/Gettyimages)
Ilustrasi (Sinpo.id/Gettyimages)

SinPo.id -  Pengusaha Jusuf Hamka dan Ipong Hembing berselisih dalam Sidang Sengketa Merek antara Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) dengan Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa 15 Agustus 2023 lalu.

Dalam kesaksiannya, Jusuf Hamka mengaku tidak mengetahui adanya pendaftaran logo dan nama organisasi PITI ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Menurut Jusuf Hamka, terbentuknya PITI itu adalah sebagai jembatan pada zaman Orde Baru (Orba), jadi pendaftaran merek itu dilakukan sekitar tahun 90-an atau tahun 2000-an awal. Waktu itu belum pernah didaftarkan, tetapi logo PITI sudah dipakai.

“Tinggal penjabarannya siapa pemiliknya saya tidak bisa menjabarkan. Tetapi sejak 2001 logo itu sudah dipakai,” ungkap Jusuf Hamka.

Diketahui, sidang dengan perkara Nomor 32/PDT.Sus-Merek/2023/PN.Niaga.JKT.PST itu tentang gugatan Pembatalan Merek antara Ketua Umum PITI Persatuan Serian Wijatno melawan Ketua Umum PITI Persaudaraan Ipong Wijaya Kusuma.

Pihak penggugat melalui kuasa hukumnya berhasil menghadirkan Jusuf Hamka setelah seminggu sebelumnya hakim persidangan menolak dua saksi dikarenakan masih berstatus Waketum PITI Persatuan periode 2022-2027.

Dalam kesaksiannya, Jusuf Hamka menyatakan bahwa sejak awal berdiri yakni pada 1961, PITI tidak memiliki legalitas hukum. Jusuf Hamka bahkan menuduh Ipong Wijaya Kusuma telah merampas PITI dan logo, sehingga terjadi percekcokan di ruang sidang.

Kepemimpinan Jusuf Hamka sebagai Ketua Umum Ormas PITI hanya bertahan dua bulan lalu diserahkan kepada Trisno Hadi Tantiono.

Jusuf Hamka Lalu mendirikan Perkumpulan Musyawarah Tionghoa Indonesia (MUSTI) yang juga sempat memberikan penghargaan kepada Ketua Umum FPI Habib Rizieq Shihab pada 2016. Saat itu, disaksikan Lius Sungkharisma dan Ipong Wijaya Kusuma.

Tapi dalam kesaksiannya di persidangan, Jusuf Hamka membantah bukan anggota PITI Persaudaraan dan juga tidak mengenal Ipong Wijaya Kusuma.

Ipong Hembing Putra Jabat Sekjen PITI

Tepat pada 9-11 Maret 2015, agenda Muktamar ke-IV PITI dilaksanakan di Hotel Kapuas Palace Pontianak, Kalimantan Barat. Pada kesempatan itu, Ramdan Effendi alias Anton Medan terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum periode 2010-2015, kemudian Anda Hakim sebagai Sekjen, sementara Amin Andhika sebagai Bendahara Umum.

Pada 2012, Anton Medan menggunakan hak prerogatifnya dengan mengganti Sekjen yang lama dan menunjuk Sekjen yang baru, yaitu Ipong Hembing Putra.

Selama menjabat Sekjen, Ipong sering mendiskusikan kepada pengurus yang lain tentang tidak adanya surat-surat resmi tentang legalitas organisasi PITI. Atas restu Anton Medan, Ipong melakukan upaya dan usaha legalisasi surat-surat keorganisasian.

Ipong Hembing Putra Jabat Ketum PITI

Pada 21 November 2016, terjadi perdebatan antara Lius Sungkarisma dan Anton Medan mengenai sosok Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang berujung keributan. Insiden dua tokoh Tionghoa ini begitu viral sehingga menimbulkan persepsi negatif bagi komunitas Tionghoa di Indonesia.

Setelah melakukan beberapa pertemuan dan komunikasi antara Ipong dan Anton Medan, disepakati bahwa selanjutnya Ormas PITI bersikap netral dalam hal dukungan politik, namun memberikan kebebasan berpolitik kepada anggotanya.

Selanjutnya tercetus komitmen Anton Medan mendukung Ipong menggantikan posisinya sebagai Ketua Umum PITI. Sedangkan Anton Medan menjadi Ketua Majelis Syuro. Kemudian diputuskan Sekretariat DPP PITI bertempat di Jalan Gedong Panjang, Jakarta Utara.

Pada 29 November 2017, keluar Keputusan Menkumham RI Nomor: AHU-0017070.AH.01.07 Tahun 2017 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia yang menyatakan bahwa Ipong Wijaya Kusuma mengambil alih Ormas PITI yang berganti singkatan menjadi PITI Persaudaraan yang bertempat di Jakarta Utara, sedangkan Anton Medan menjalankan PITI Persatuan dan membuka kesekretariatan di Ponpes At-Ta’ibin di Cibinong, Bogor, Jawa Barat.

“Jadi, PITI Persaudaraan bukanlah copy paste dari PITI Persatuan, melainkan wujud terbarukan dari PITI Persatuan sesuai terbitnya kebijakan baru yang menyatakan bahwa segala bentuk ormas di luar kepemerintahan, tidak lagi diperkenankan menggunakan kata Persatuan,” ujar Ipong.

Alhasil, PITI yang bersingkatan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia yang terlegalitas di Kemenkumham berganti dengan kepanjangan Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia.

Sehingga patut dipahami bahwa lahirnya PITI Persaudaraan adalah amanat dari aturan perundang-undangan sebagai konsekuensi dalam melegalisasi surat dan dokumen perizinan ormas.

“Setelah wafatnya Anton Medan, ada beberapa oknum kepengurusan lama yang mengklaim dirinya sebagai Ketum PITI Persatuan, keberanian mereka selanjutnya dimanfaatkan oleh tokoh yang merasa memiliki akar sejarah yang paripurna untuk bermanuver kembali menggerus eksistensi PITI (Persaudaraan) yang lebih dulu terlegalisasi menurut mekanisme aturan dan undang-undang yang berlaku,” kata Ipong.

Bahkan untuk logo ormas PITI sesuai keputusan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Sertifikat Merek/Logo PITI Nomor: IDM 000657831 tanggal 29 Oktober 2019 telah dimiliki secara sah oleh PITI (Persaudaraan).

Polemik Kepengurusan Ormas PITI

Polemik Ormas PITI semakin menarik perhatian masyarakat setelah PITI Persatuan menggugat PITI Persaudaraan ke Polda Metro Jaya.

PITI Persaudaraan melayangkan surat keberatan kepada pihak kepolisian karena diduga telah terjadi pelanggaran atas pemakaian merek atau logo/tanda gambar tanpa hak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana disyaratkan pada Pasal 59 ayat (1) huruf c dan Pasal 59 ayat (2) huruf a jo Pasal 60 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 Atas Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan yang berbunyi:

“Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau gambar ormas lain atau partai politik”.

Selain itu, PITI Persaudaraan juga menduga bahwa PITI Persatuan telah melanggar haknya sebagaimana telah diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

“(PITI Persatuan) telah melanggar hak kami sebagaimana telah diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyebutkan ‘merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan’,” ungkap Ipong.

Disaksikan Kuasa Hukum LBH PITI Persaudaraan dan di hadapan Direskrimsus Polda Metro Jaya, Denny Sanusi, selaku pelapor meminta maaf kepada Ketum PITI Persaudaraan Ipong Hembing Putra karena terbukti kalah dan bersalah.

“Namun lagi-lagi pihak PITI Persatuan didorong oknum yang merasa tidak puas karena kecewa selanjutnya PITI Persatuan secara diam-diam mendaftarkan kasus Logo PITI ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Perkara Nomor 32/PDT.Sus-Merek/2023/PN.Niaga.JKT.PST,” ujar Ipong.

Gugatan itu tentang Pembatalan Merek yang diajukan Serian Wijatno selaku Ketua Umum PITI Persatuan dengan tuduhan Ipong Wijaya Kusuma selaku Ketua Umum PITI Persaudaraan memiliki itikad tidak baik.

“PITI Persaduaraan berkeyakinan bahwa logo/lambang atau tanda gambar PITI Persaudaraan telah lebih dulu didaftarkan selanjutnya mengikuti berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku hingga akhirnya setelah dua tahun menunggu, keluarlah Keputusan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Sertifikat Merek/Logo PITI Nomor: IDM 000657831 tanggal 29 Oktober 2019, dengan demikian Pemegang hak cipta atas merek tersebut adalah PITI Persaudaraan,” kata Ipong.

Belum selesai gugatan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Yang Memeriksa Dan Mengadili perkara Nomor: 32/PDT.Sus Merek/2023/PN.Niaga.JKT.PST. Ketua Umum PITI Persaudaraan Ipong Hembing Putra dilaporkan Kembali ke Polda Metro Jaya.

Sehingga pada Senin 31 Juli 2023, Ipong Hembing Putra selaku Ketua Umum PITI Persaudaraan diperiksa sebagai saksi di Kantor Unit 5 Subdit Tahbang/Resmob Lantai 4 Ditreskrimum Polda Metro Jaya berdasarkan LP/B/2977/VI/2022/SPKT/ POLDA METRO JAYA.

“Laporan polisi setahun yang lalu diduga upaya hukum yang dipaksakan dikarenakan PITI Persaudaraan berhasil mengelar muktamar pada bulan Mei 2023 dan Munas pada bulan Juli 2023. Dalam pelaksanaannya mendapat dukungan dan harapan dari Ketua MPR RI dan Anggota Staf Kepresidenan RI, juga Kalemdiklat Polri,” ungkap Ipong.

Video berdurasi 14 Menit 34 detik dengan judul ‘KETUM PITI Dr. Ipong Hembing Putra menyatakan PITI Persaudaraan yang memiliki LEGALITAS HUKUM’ yang diunggah di Youtube pada 5 Mei 2022 dijadikan bukti laporan polisi oleh PITI Persatuan.

“Atas perintah oknum yang merasa sakit hati mengingat rahasia, kerakusan dan pencitraan dirinya dibongkar. Oknum tersebut pernah membuat Ormas Tionghoa, karena kurang dukungan, kembali bermanuver membegal Ormas PITI menggunakan pengaruh uang dan kekuasaan,” ujar Ipong.

Ipong mengatakan, berdasarkan fakta yang terungkap pada saat klarifikasi, ternyata yang membuat laporan polisi adalah kuasa pelapor bukan korban langsung. Menurut Ipong, hal ini bertentangan dengan Surat Edaran Nomor SE/2/II/2021 tentang kesadaran budaya beretika untuk mewujudkan ruang digital Indonesia yang bersih, sehat dan produktif yang diteken Kapolri pada 19 Februari 2021.

“Bahwa Laporan Polisi yang bernomor: LP/B/2977/VI/2022/SPKT/Polda Metro Jaya tanggal 17 Juni 2022 atas nama pelapor Anton Sudanto selaku kuasa melapor ada dugaan terjadi kecacatan formil dalam pelapor yang bertentangan dengan Surat Edaran Nomor SE/2/II/2021,” katanya.

Maka dari itu, Ipong berharap, kiranya laporan polisi tersebut ditinjau kembali, supaya terciptanya keadilan dan tidak ada upaya kriminalisasi serta terjadinya profesionalisme di tubuh Polri dalam menegakkan hukum.

Ipong menegaskan bahwa PITI Persaudaraan telah terdaftar lebih dahulu berdasarkan Nomor: AHU-0017070. AH.01.07 Tahun 2017, sedangkan PITI Persatuan baru terdaftar pada 2019, sehingga jelas melanggar Pasal 59 ayat (1) huruf c UU Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Ormas.

“Adapun tujuan daripada konten video tersebut adalah murni penjelasan dan himbauan yang ditujukan kepada pengurus dan anggota Ormas PITI yang tersandera oleh ketidakjelasan status hukum dari itikad tidak baik barisan pembegal yang bermaksud memecah belah keutuhan Persatuan dan Persaudaraan Muslim Tionghoa atas dasar nafsu keserakahan dan ambisi pribadi,” ungkap Ipong.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI