Perludem: Keinginan La Nyalla Presiden Dipilih MPR Menjauhkan DPD dengan Rakyat

Laporan: Juven Martua Sitompul
Kamis, 17 Agustus 2023 | 10:19 WIB
La Nyalla Matalitti (Sinpo.id/Bintang.id)
La Nyalla Matalitti (Sinpo.id/Bintang.id)

SinPo.id - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyinggung pernyataan Ketua DPD La Nyalla M Mattalitti yang menginginkan Presiden dipilih dan dilantik oleh MPR RI. Keinginan La Nyalla itu justru semakin menjauhkan DPD dengan rakyat.

"Bicara pilpres tidak langsung hanya akan makin menjauhkan DPD dari respek publik. Alih-alih mendapatkan dukungan, jangan-jangan malah masyarakat bisa makin antipati pada DPD sehingga bisa pula berdampak pada atensi publik terhadap pemilu DPD pada 2024 mendatang," kata Titi saat dihubungi, Jakarta, Kamis, 17 Agustus 2023.

Titi menilai jika alasan pilpres melahirkan politik kosmetik mahal maka hal itu juga berlaku untuk Pileg DPR dan DPD. Sehingga, usulan La Nyalla jelas membahayakan demokrasi Indonesia, khususnya merongrong hak rakyat untuk memilih.

"Hal yang sama juga bisa terjadi untuk pemilu legislatif. Konklusi akhirnya bisa fatal, penghapusan hak rakyat untuk memilih langsung para wakilnya secara menyeluruh," kata dia.

Titi mengamini masih ada masalah dalam pilpres seperti polarisasi atau fragmentasi. Namun, masalah itu justru bersumer dari partai politik (parpol).

"Memang ada sejumlah masalah dalam pilpres misalnya polarisasi atau fragmentasi di tengah pemilih. Tapi hal itu muaranya juga bersumber dari partai politik dan akses pada pencapresan yang dipersempit oleh adanya persyaratan ambang batas pencalonan presiden," ucapya.

Dia pun meminta DPD lebih baik fokus bekerja dibanding mengeluarkan wacana MPR memilih presiden. Sehingga, warga banyak yang peduli dan memilih calon DPD.

Apalagi, kata Titi, menjelang pemilu 2024 banyak tantangan yang dihadapi DPD. Misalnya, pada Pemilu 2019, surat suara DPD tercatat sebagai surat suara tidak sah (invalid votes) tertinggi, yaitu mencapai 29 juta suara yang setara dengan 19 persen lebih pengguna hak pilih pemilu.

"Kebanyakan suara tidak sah disebabkan pemilih membiarkan surat suara tidak tercoblos. Hal itu karena pemilih tidak kenal dan tidak merasa ada urgensi memilih calon anggota DPD," ucapnya.

La Nyalla sebelumnya bicara soal proposal kenegaraan, yakni menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara lagi dan berhak memilih serta melantik presiden. La Nyalla mengatakan pemilu justru melahirkan politik kosmetik yang mahal.

La Nyalla mulanya menyinggung keputusan Sidang Paripurna DPD RI pada 14 Juli 2023, yang salah satunya mengusulkan mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Dia mengajak berbagai pihak menghentikan kontestasi politik yang menurutnya diraih dengan cara liberal.

"Mari kita hentikan kontestasi politik yang semata-mata ingin sukses meraih kekuasaan dengan cara liberal. Karena telah menjadikan kehidupan bangsa kita kehilangan kehormatan, etika, rasa dan jiwa nasionalisme serta patriotisme," kata La Nyalla dalam sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR/DPD RI tahun 2023 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 16 Agustus 2023.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI