Refleksi 78 Tahun Indonesia, Kelompok Sipil : Rakyat Masih Berjuang Meraih Kesejahteraan dan HAM
SinPo.id - Hari kemerdekaan Indonesia ke 78 tak hanya diperingati dengan acara ceremonial, namun juga menjadi refleksi dan evaluasi dari organsiasi sipil. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) misalnya, telah menyatakan mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengingat kembali cita-cita luhur para pejuang dan pendiri Republik Indonesia, yaitu untuk menjadi bangsa yang berdaulat serta terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Karena sampai hari ini, kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia masih jauh dari harapan, “ ujar Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat, Kamis 17 Agustus 2023.
Mirah Sumirat menegaskan seluruh rakyat berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan Negara berkewajiban untuk memenuhinya. “Namun pada kenyataannya, saat ini masih banyak rakyat yang belum merasakan kesejahteraan dan keadilan dalam kehidupannya. Kesenjangan sosial juga semakin tinggi,” ujar Mirah menambahkan.
Di hari kemerdekaan ini Mirah mengingatkan para pemimpin dan pejabat dalam Pemerintahan di semua tingkatan saat ini, untuk lebih memprioritaskan terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut dia, amanah konsitusi UUD 1945 sudah sangat terang benderang, antara lain Pasal 27 ayat 2 yang tertulis Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. “Namun yang terjadi hari ini adalah Pemerintah lebih memprioritaskan kesejahteraan bagi kelompok pemodal melalui Undang Undang Cipta Kerja,” ujar Mirah menegaskan.
Ia juga menyinggung Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 juga menjamin Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum. Namun hal itu menunjukkan hukum masih belum menjadi panglima karena masih banyak terjadi perbedaan perlakuan hukum antara satu pihak dengan pihak yang lain.
Dalam konteks ketenagakerjaan, masih banyak terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan tanpa pernah ada upaya penegakan hukum yang seharusnya, seperti pelanggaran upah minimum, eksploitasi dan perbudakan modern yang dikemas dalam sistem kerja alih daya atau outsourcing, kontrak kerja yang bermasalah, pelanggaran jam kerja tanpa upah lembur, pemberangusan serikat pekerja, serta tidak dipenuhinya jaminan sosial pekerja sesuai peraturan yang berlaku.
“Selain itu korupsi yang merajalela juga menegaskan bahwa pemegang amanah kekuasaan, adalah orang-orang yang serakah, lebih mementingkan diri dan kelompoknya, tanpa pernah mau peduli dengan nasib rakyat yang semakin sulit,” ujar Mirah menjelaskan.
Sedangkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memberikan pandangan kritis mengenai pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo yang disampaikan di depan Dewan Perwakilan Rakyat pada 16 Agustus 2023.
Dalam evaluasinya YLBHI menilai pernyataan presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa Indonesia memiliki international trust. “Namun, kepercayaan internasional tersebut justru mengebiri kesejahteraan rakyat. Hutang luar negeri Indonesia justru semakin gemuk guna melancarkan agenda ekonomi oligarki,” ujar ketua pengurus YLBHI, Muhamad Isnur.
Ia mencontohkan agenda reforma agraria yang didanai oleh Bank Dunia yang semakin mempermudah perusahaan-perusahaan perusak lingkungan membidik tanah-tanah rakyat. “Nyatanya, kepercayaan internasional juga tidak digunakan untuk mendorong pemajuan HAM di Asia Tenggara dengan ketidak tegasannya melawan Junta Militer Myanmar,” ujar Muhamad Isnur menambahkan.
Sedangkan sektor Hak Asasi Manusia, kemanusiaan, dan kesetaraan justru dibuktikan dengan skor indeks demokrasi di Indonesia mengalami penurunan terburuk semenjak 1 dekade terakhir yang ditandai dengan semakin menyempitnya kebebasan sipil.
“Rakyat semakin takut berpendapat. Penurunan tersebut dengan sendirinya secara tidak langsung telah diafirmasi oleh Jokowi dalam pidato 16 Agustus di Senayan dengan mengatakan bahwa kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah,” ujar Isnur.