Siti Hediati Hariyadi Tak Kenal Lelah Perjuangkan Kesejahteraan Para Petani
Jakarta, sinpo.id - Dunia politik tak bisa dipisahkan dari kehidupan putra dan putri mendiang Presiden kedua RI Soeharto. Soeharto yang menjadi Presiden RI selama 32 tahun (1966-1998) adalah pendiri Partai Golkar. Bahkan ia menjadi Ketua Dewan Pembina Golkar, yang memiliki wewenang sangat besar di era Orde Baru (Orba).
Masa keemasan Orba berakhir pada 21 Mei 1998 yang ditandai dengan jatuhnya kekuasaan Soeharto. Soeharto angkat kaki dari Istana Presiden akibat desakan gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa.
Soeharto kemudian mengembuskan nafas terakhirnya di Jakarta karena sakit pada 2008.
Sepeninggal Soeharto, salah seorang putrinya, Siti Hediati Hariyadi, atau yang populer dengan nama Titiek Soeharto, meneruskan kiprahnya di pentas politik. Titiek bergabung dengan Golkar. Partai berlambang pohon beringin ini memberi kepercayaan pada Titiek menjadi calon anggota legislatif (caleg) nomor urut 1 dari daerah pemilihan (dapil) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Pemilu 2014. Saat itu Titiek terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019.
Di parlemen Titiek ditempatkan di Komisi IV yang membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. Semula anak keempat dari enam bersaudara ini menduduki posisi Ketua Komisi IV, kemudian pada 2017 dirotasi menjadi anggota Komisi IV. Selain itu Titiek juga menjabat Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR.
Wanita kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 14 April 1959 ini dikenal gigih memperjuangkan aspirasi rakyat. Titiek aktif menghadiri rapat-rapat di Gedung DPR untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Aktifnya Titiek di Gedung DPR itu merupakan bukti ia ingin membangun citra lembaga DPR menjadi lebih baik.
Di masa reses mantan istri Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ini rajin mengunjungi konstituennya di dapilnya. Titiek mendirikan Rumah Aspirasi di Kabupaten Bantul, DIY. Di Rumah Aspirasi itulah Titiek menyerap aspirasi rakyat tentang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, pangan, dan lain sebagainya.
Dalam dialog aspirasi di Rumah Aspirasi, Selasa (26/12/2017), sejumlah petani di hadapan Titiek curhat tentang tingginya biaya yang harus ditanggung untuk melakukan aktivitasnya. Semakin mahalnya harga pupuk dan penggarap memaksa petani memperoleh keuntungan sangat kecil.
Para petani berharap pemerintah bisa menaikkan harga jual gabah di tingkat petani. Sehingga petani masih tetap untung, meski harga pupuk dan biaya penggarap semakin naik.
Hal lain yang mencuat dalam dialog tersebut adalah petani berharap pemerintah memprioritaskan pembangunan tanggul dan saluran irigasi yang rusak akibat banjir beberapa waktu lalu di Bantul. Hal itu sangat mendesak untuk mencegah rusaknya lahan pertanian jika sewaktu-waktu banjir datang lagi.
Titiek berjanji akan meneruskan aspirasi para petani kepada pihak-pihak terkait. Ia memahami kesulitan yang dihadapi para petani, sehingga akan terus berjuang meningkatkan kesejahteraan mereka.
“Komisi IV DPR bersama pemerintah terus berusaha meningkatkan kesejahteraan para petani. Terkait masalah pupuk bersubsidi, memang selama ini kita selalu pertanyakan bagaimana pengawasan di lapangan. Karena anggarannya sangat besar,” kata Titiek.
Sedangkan untuk peningkatan harga jual gabah, lanjut lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) ini, petani harus ikut meningkatkan kualitas produksi masing-masing, agar harga bisa naik.
Selain sebagai anggota DPR ibu seorang anak ini memiliki seabreg kegiatan. Antara lain Titiek menjadi Ketua Umum Persatuan Panahan Indonesia (Perpani), Ketua Umum Yayasan Seni Rupa Indonesia (YSRI), Pembina Yayasan Supersemar, dan Pembina Yayasan Purna Bhakti Pertiwi.
Perpani merupakan sarana perjuangan untuk membangun harga diri bangsa melalui olah raga.
Sedangkan Yayasan Supersemar merupakan sarana turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat UUD 1945. Melalui pemberian bea siswa, Yayasan Supersemar telah melahirkan jutaan sarjana.
“Prestasi itu tidak boleh berhenti, harus dilanjutkan, dan bahkan direvitalisasi peranannya untuk menjawab tantangan global melalui ketersediaan SDM bangsa yang handal,” tutur Titiek.
Sementara itu aktivitasnya sebagai pembina Yayasan Purna Bhakti Pertiwi merupakan upaya menghidupkan spirit etos perjuangan para generasi pendahulu, yang telah bekerja keras mempertahankan kemerdekaan dan membangun Indonesia, agar bisa dipantulkan sebagai energi dalam meraih kejayaan bangsa pada masa kini dan mendatang. Melalui monumen jejak-jejak langkah para pendahulu yang dihimpun ke dalam sebuah museum, spirit itu bisa dipelajari para generasi mendatang. Tanpa spirit skala kebangsaan sesuai jati dirinya, sebuah bangsa hanya akan menjadi halaman belakang dari percaturan bangsa-bangsa lain di dunia.
Titiek Soeharto juga mewarisi ayahnya dalam upaya menghargai penjaga-penjaga kultural Nusantara yang di antaranya para pemimpin pondok-pondok pesantren, komunitas-komunitas kreatif, maupun tokoh-tokoh kultural lainnya. Tanpa diiringi publikasi, Titiek tidak jarang berada di tengah-tengah komunitas itu untuk memberi dukungan kepada masyarakat dan para tokoh kultural untuk berjuang membangun masyarakatnya.

