MPR Dorong RUU Masyarakat Hukum Adat Segera Disahkan
SinPo.id - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat segera dituntaskan. Payung hukum ini diyakini bisa mengimplementasikan mandat konstitusional terkait perlindungan hak masyarakat hukum adat.
"Selain mendorong disahkannya RUU Masyarakat Hukum Adat, melalui Konferensi Internasional ini, diharapkan mampu melahirkan berbagai pemikiran jernih mengenai implementasi pelaksanaan mandat konstitusional perlindungan hak masyarakat hukum adat," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 7 Agustus 2023.
Ini disampaikan Bamsoet saat membuka konferensi internasional bertajuk 'pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat dalam perspektif nasional dan internasional'. Konferensi itu diselenggarakan MPR RI bersama Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA).
RUU Masyarakat Hukum Adat ini sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) Tahun 2023. Harmonisasi RUU itu bahkan telah rampung sejak 2020.
Bamsoet menjelaskan eksistensi masyarakat adat sebagai elemen dasar bangsa harus tetap terjaga. Dia ingin taraf kesejahteraan atau kebahagiaan masyarakat adat terus membaik, salah satunya dengan memberikan berbagai akses pada sumber daya yang ada secara adil.
"Akses masyarakat adat pada sumber daya merupakan salah satu kunci, agar masyarakat adat tetap lestari dengan tingkat harapan kebahagiaan yang lebih tinggi," kata dia.
Dia mengatakan populasi masyarakat adat di Indonesia diperkirakan mencapai 70 juta jiwa yang terbagi menjadi 2.371 komunitas adat. Mereka tersebar di 31 provinsi.
Sebaran komunitas adat terbanyak berada di Kalimantan, mencapai 772 komunitas adat. Lalu, Sulawesi dengan 664 komunitas adat, Sumatra sebanyak 392 komunitas adat, Bali dan Nusa Tenggara berjumlah 253 komunitas adat.
Kemudian, Maluku sebanyak 176 komunitas adat, Papua berjumlah 59 komunitas adat, dan Jawa mencapai 55 komunitas adat. Selain itu, Aliansi Masyarakat Adat melaporkan hingga saat ini masih banyak konflik yang melibatkan masyarakat adat. Terutama, terkait sengketa lahan seperti perkebunan, kehutanan, pembangunan, infrastruktur, hingga pertambangan.
"Sepanjang periode 2020-2021 saja, tercatat 53 konflik terkait perampasan wilayah adat, kekerasan, dan kriminalisasi yang melibatkan 140 ribu masyarakat adat menjadi korban," kata dia.
Sekalipun payung hukum ini belum disahkan, kata dia, paling tidak sejumlah langkah legislasi untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak masyarakat hukum adat telah dilakukan.
Dia mencontohkan perlindungan itu sebagian diakomodir dalam UU Desa, UU Kehutanan, UU terkait daerah pesisir, pertanahan dan lain sebagainya. Putusan Mahkamah Konstitusi seperti Putusan Nomor Nomor 35/PUU-X/2012 mengenai pengujian UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi rujukan dan dasar hukum bagi pemerintah, baik di pusat maupun daerah untuk mengambil kebijakan perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat.