DUGAAN BOCOR PUTUSAN MK

Was-was Sistem Pemilu Tertutup

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 03 Juni 2023 | 08:21 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)

Memunculkan reaksi tujuh partai politik (Parpol) di DPR RI.langsung menggelar jumpa pers pada Selasa, 30 Mei 2023. Satu-satunya parpol di DPR yang tidak ikut dalam menyampaikan tuntutan ini ialah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

SinPo.id -  Pernyataan Denny Indrayana melalui akun twitternya mengatakan pada hari Minggu 28 mei 2023 lalu mengejutkan berbagai pihak, khususnya kalangan politisi di Senayan. Dalam  akun @dennyindranaya menyebutkan ia mendapat informasi penting terkait bocoran putusan Mahkamah Konstitusi atau MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam ciutannya.

Denny sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi, meski ia memastikan bukan dari hakim konstitusi.  Ia menyebut komposisi hakim MK yang akan memutus gugatan tersebut adalah enam banding tiga. Artinya, 6 hakim MK menyatakan akan memutus Pemilu kembali ke proporsional tertutup. Sementara tiga hakim lainnya tetap terbuka, sehingga Denny menyebut Indonesia akan kembali ke sistem Pemilu Orba. “Otoritarian dan koruptif,” tulis Denny lebih lanjut.

Pernyataan Denny itu mendapat tanggapan dari Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang mengatakan dugaan kebocoran informasi soal putusan uji materi sistem pemilu legislatif telah memenuhi unsur pidana. Sehingga polisi dapat bertindak menginvestigasi hal tersebut.

"MK sendiri sudah mengambil tindakan ke dalam. Tadi diberitahukan ke saya 'Pak kita akan cari siapa orang dalam yang berbicara seperti itu ke Pak Denny (Indrayana)'," kata Mahfud MD.

Menurut Mahfud, dugaan kebocoran putusan hakim itu memenuhi syarat untuk direspons oleh polisi karena termasuk pembocoran rahasia. “(Putusan MK) tidak boleh dibuka ke publik apalagi MK-nya sendiri belum rapat kok informasinya sudah enam banding tiga?," kata Mahfud menambahkan.

Mahfud mengatakan MK baru akan menerima kesimpulan dari masing-masing pihak berperkara pada Rabu, 31 Mei 2023. Sesudah itu dijadwalkan sidang untuk mengambil kesimpulan sehingga kalau dikatakan ada info A1.

"Info A1 biasanya kalau ilmu intelijen biasanya yang paling terpercaya, kalau info A1 tuh dari siapa? MK sendiri kredibilitas-nya rusak kalau ada orang dalam bercerita sesuatu apalagi tidak benar, yang benar saja tidak boleh diceritakan," kata Mahfud.

Mahfud pun mendorong Polri dapat mengusut kasus dugaan pembocoran tersebut. hal itu sudah ia smapaikan ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. "Pas tadi saya bersama dengan Pak Sigit (Kapolri) dan Pak panglima, memang ditanyakan. Kapolri melihat pelajari lebih dulu kalau ada laporan seperti apa," kata Mahfud menjelaskan.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan isu dugaan kebocoran informasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi sistem pemilu legislatif tidak menggeser wacana penerapan kembali sistem proporsional tertutup.

"Jadi jangan isunya diubah jadi kebocoran, akan tetapi tetap fokus ke MK yang diingatkan agar betul-betul jadi garda pelaksana konstitusi,” ujar Hidayat nUr Wahid.

Menurut Hidayat, inti permasalahan bukan terletak pada bocornya informasi melainkan penerapan kembali sistem proporsional tertutup. Namun lebih pada konstitusi lebih dekat dengan sistem terbuka daripada tertutup. “Karena kalau tertutup kita akan ditarik kepada 'side back' era prareformasi Orde Baru, saat itu kan kita nyoblos gambar. Masa demokrasi mau di bawa ke sana?" ujar Hidayat menjelaskan.

Hidayat mengatkan jika MK memutuskan menerapkan kembali sistem proporsional tertutup maka hal tersebut bertentangan dengan konstitusi. Ia mengacu Pasal 22e Ayat (2) Pemilu itu untuk memilih anggota bukan parpol. Sedangkan putusan MK berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bersifat final dan mengikat.

"Kalau kemudian MK mengubah keputusannya itu sendiri yang final dan mengikat, itu harusnya ada pasal konstitusional yang benar bisa dinilai keputusan MK yang dulu itu salah sehingga MK buat keputusan yang baru," kata Hidayat menegaskan.

Reaksi Tujuh Parpol

Dugaan bocoran putusan MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup memunculkan reaksi tujuh partai politik (Parpol) di DPR RI. Tercatat tujuh Parpol yang punya wakil rakyat di Senayan langsung menggelar jumpa pers pada Selasa, 30 Mei 2023. Satu-satunya parpol di DPR yang tidak ikut dalam menyampaikan tuntutan ini ialah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman menyatakan seluruh masyarakat dari berbagai profesi ingin Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

"Karena itu, kita harap ini sudah sangat clear, sangat jelas, asporasi masyarakat baik secara formal diwakili kami di sini maupun di media sosial maupun media massa, mahasiswa, petani, buruh, semua menyatakan ingin proporsional terbuka, tidak proporsional terutup," kata Habiburokhman.

Ia menyatakan delapan Parpol di DPR memiliki komitmen agar Pemilu 2024 terselenggara tepat waktu, yakni di 2024. Semua Parpol itu sudah mengikut seluruh prosedur pengusungan bakal Caleg dan pembinaan yang mengacu pada sistem proporsional terbuka.

Termasuk partai Gerindra yang memiliki kader dari berbagai macam unsur, seperti purnawirawan TNI/Polri, petani, hingga aktivis. “Gerindra ingin kader-kader ditempatkan di daftar caleg dan bersaing secara fair, serta punya kesempatan yang sama untuk menjadi wakil rakyat,” ujar Habiburokhman menjelaskan.

Habib memandang, perubahan sistem pemilu menjadi proporsional terututup akan menghadirkan sebuah permasalahan yang sangat besar. Salah satunya ketika memilih siapa yang dapat nomor urut satu, jika itu dipaksakan perubahan orientasi dari terbuka menjadi tertutup, semua partai punya masalah yang sama bukan hanya di DPR RI, tapi di DPRD provinsi, kota, dan kabupaten.

Masalah yang muncul akhirnya banyak bakal calon anggota legislative atau Bacaleg yang akan mengundurkan diri, sehingga bisa mengganggu proses penyelenggaraan Pemilu 2024.

"Komitmen terselenggara tepat waktu bisa terancam, bisa terganggu, dan jangan sampai tertunda kalau dipaksakan menjadi proporsional terutup," katanya.

Ketua Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir juga menolak sistem Pemilu tertutup, Kahar menyatakan sistem proporsional terbuka yang sudah dijalankan sejak Pemilu 2009 itu tidak memiliki kelemahan. "Kami tetap menuntut sistem pemilu tetap sistem terbuka. Sistem terbuka sudah berlaku sejak lama, barangkali tidak ada kelemahan," kata Kahar.

Ia menyatakan proses Pemilu 2024 dengan sistem proporsional terbuka sudah berjalan saat ini. Seluruh parpol peserta Pemilu 2024 sudah menyerahkan daftar nama bakal calon anggota legislatif (caleg) yang bakal diusung.

"Kalau mau diubah, sekarang proses pemilu sudah berjalan. kita sudah menyampaikan DCS (daftar calon sementara) kepada KPU. setiap parpol calegnya itu dari dprd kabupaten/kota, provinsi, dpr ri jumlahnya 20 ribu orang," ujar Kahar menambahkan.

Ia menyebut sejumlah masalah yang akan terjadi jika MK memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Salah satunya seluruh bakal Caleg akan mendatangi MK untuk meminta ganti rugi.

"Kalau mereka memaksakan, mungkin orang itu minta ganti rugi paling tidak mereka minta SKCK itu kan ada biayanya. Kepada siapa ganti rugi yang mereka minta? Ya bagi yang memutuskan sistem terutup," kata Kahar menjelaskan.

Sementara itu wakil ketua Partai NasDem, Ahmad Ali menegaskan menolak sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Ali Khawatir sistem pemilu tertutup dengan mencoblos gambar Parpol memberi karpet merah bagi orang radikal masuk ke DPR RI.

"Kalau kemudian bahayanya ini proporsional tertutup diserahkan kepada partai, ya kita khawatirkan akan muncul orang-orang di DPR itu yang mungkin tidak sepaham dengan harapan masyarakat,” ujar Ali.

Ali menilai sistem proporsional terbuka harus dilanjutkan, sedangakn sistem proporsional tertutup justru membuat demokrasi Indonesia mundur. "Salah satu faktor masyarakat percaya kepada Parpol ketika mereka bisa mengakses langsung, harapan mereka bisa memilih orang yang mereka harapkan. Jadi mereka jangan kemudian pilihan mereka itu dilewatkan terhadap parpol," ujar Ali menjelaskan.

Ia khawatir legislator yang dipilih melalui sistem proporsional tertutup bukan sebagai wakil rakyat tapi wakil partai sehingga tak mengabdi ke rakyat.

"Jadinya anggota DPR itu, bukan mengabdi kepada rakyat, tapi mengabdi kepada parpol, jadi bukan dewan perwakilan rakyat lagi, dewan perwakilan partai kan," katanya.

MK Bantah Kebocoran Putusan 

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono membantah ada kebocoran putusan MK soal sistem pemilu 2024. Fajar menegaskan, gugatan sistem proporsional Pemilu belum dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

"Perkara dibahas dalam RPH saja belum, bagaimana mungkin ada bocor," kata Fajar kepada Sinpo. Id, Jumat, 2 Juni 2023 kemarin.

Menurut Fajar, mantan Wamenkumham Denny Indrayana juga sudah mengklarifikasi jika informasi soal putusan sistem pemilu bukan dari pihak MK.  "ini sudah diklarifikasi sendiri oleh yang bersangkutan (Denny Indrayana)," ujar Fajar menambahkan.

Dia menyebut, uji materiil sistem Pemilu yang bergulir di MK masih menunggu hasil keputusan. Saat ini, gugatan telah memasuki tahap penyerahan berkas kesimpulan dari masing-masing pihak.sinpo

Komentar: