Topan Mocha Landa Negara Bagian Rakhine, Ratusan Ribu Pengungsi Rohingya Butuh Bantuan

Laporan: Galuh Ratnatika
Senin, 22 Mei 2023 | 10:27 WIB
Ratusan pengungsi Rohingya menghilang akibat dari Topan Mocha mematikan yang melanda kota-kota di negara bagian Rakhine sepekan lalu. (SinPo.id/AFP)
Ratusan pengungsi Rohingya menghilang akibat dari Topan Mocha mematikan yang melanda kota-kota di negara bagian Rakhine sepekan lalu. (SinPo.id/AFP)

SinPo.id - Ratusan pengungsi Rohingya menghilang, dan ratusan ribu lainnya di sebuah kamp Pengungsi Internal (IDP) membutuhkan bantuan akibat dari Topan Mocha mematikan yang melanda kota-kota di negara bagian Rakhine sepekan lalu. 

Pasalnya, Topan Kategori 4 tersebut telah menghancurkan jembatan, kabel listrik, dan gubuk di kamp-kamp pengungsi.

Sementara negara bagian Rakhine sendiri merupakan rumah bagi lebih dari 600 ribu Muslim Rohingya, di mana hampir 150 ribu di antaranya saat ini tinggal di kamp-kamp di luar ibu kota negara bagian, Sittwe.

"Setiap kamp dan desa hancur. Tidak ada tempat tinggal dan tidak ada makanan untuk dimakan," seorang penduduk kamp Thet Kay Pyin, Aung Zaw Hein, dilansir dari VoA, Senin 22 Mei 2023. 

Berdasarkan kesaksiannya, sejumlah orang yang terluka akibat badai, tidak dapat menerima perawatan medis lantaran rumah sakit pemerintah di Thet Kay Pyin telah rusak, dan tidak ada dokter yang tersedia. 

"Kami menemukan lebih dari 100 mayat pada 16 Mei saat menyusun daftar kematian. Kemungkinan ada ratusan lagi saat kami melihat mayat dari desa pesisir mengambang di air banjir selama badai,” ungkapnya.

Menurut MRTV yang dikelola negara, selain 117 orang Rohingya, empat tentara dan 24 penduduk lokal di Rakhine juga tewas. Kematian disalahkan pada orang-orang yang tidak meninggalkan rumah mereka meskipun pihak berwenang telah memberi tahu mereka sebelum badai melanda.

Namun Aung Zaw Hein menjelaskan bahwa mayoritas pengungsi Rohingya tidak berbicara bahasa Rakhine atau Burma, sedangkan peringatan dikeluarkan dengan kedua bahasa tersebut. Terlebih tidak ada bantuan yang diberikan untuk melarikan diri.

“Sulit bagi kami untuk melarikan diri dari badai dan menyelamatkan hidup kami, karena kami tidak memiliki status kewarganegaraan. Bahkan sebelum kudeta, tanpa izin resmi, Rohingya tidak bisa bergerak bebas tanpa takut ditangkap," katanya.sinpo

Komentar: