UTANG MINYAK GORENG

Bahas Kasus Utang Minyak Goreng, KPPU akan Panggil Kemendag dan Aprindo

Laporan: Galuh Ratnatika
Kamis, 11 Mei 2023 | 01:58 WIB
Minyak goreng (SinPo.id/ Rahmat)
Minyak goreng (SinPo.id/ Rahmat)

SinPo.id - Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Chandra Setiawan, mengatakan akan memanggil Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk membahas kisruh pembayaran utang rafaksi atau selisih harga minyak goreng senilai Rp344 miliar.

"KPPU memanggil Aprindo dan Kemendag untuk dengar secara bersama apa real problemnya. Karena seperti yang diketahui, berdasarkan Undang Undang Nomor 5/1999 pasal 3, KPPU punya kewajiban mewujudkan situasi yang kondusif bagi pelaku usaha baik usaha kecil, menengah, besar melalui persaingan sehat," kata Chandra, Rabu 10 Mei 2023.

Pasalnya, Aprindo mengancam memboikot penjualan minyak goreng di ritel modern karena pemerintah masih memiliki utang lebih dari Rp 300 miliar dari rafaksi atau penjualan dengan selisih harga minyak goreng yang belum dibayarkan kepada peritel sejak 2022 lalu.

"Kalau dia melakukan boikot tidak mau jual dan sebagainya itu kan potensi melakukan pelanggaran terhdap undang-undang nomor 5 tahun 1999. Oleh karena itu kita ingin mendapatkan real problemnya, sehingga situasi yang kondusif bagi pelaku usaha itu bisa terjamin, bisa terlaksana dengan baik," ungkapnya.

Menurut Chandra, pada bulan Januari 2022 Kemendag mengeluarkan peraturan melalui Permendag Nomor 3 Tahun 2022, yang menghendaki adanya pemenuhan kebutuhan minyak goreng dengan satu harga. Sehingga Aprindo harus menjual minyak goreng dengan harga Rp 14.000 per liter.

Sementara berdasarkan Permendag tersebut, pembayaran untuk selisih harga acuan keekonomian (HAK) dan harga eceran tertinggi (HET) akan dilakukan oleh pemerintah melalui BPDPKS kepada pelaku usaha. HAK ditetapkan sebesar Rp 17.260 per liter, kemudian HET Rp 14.000 per liter.

"Selisihnya itu yang dibayarkan pemerintah, tetapi ini harus melalui proses verifikasi yang panjang dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan itu mengalami keterlambatan untuk menunjuk verifikatornya, sehingga keterlambatan itu mengakibatkan verifikasinya berjalan cukup panjang melampaui waktu yang seharusnya," paparnya.

Oleh karena itu, Chandra meminta agar permasalahan terkait dengan keterlambatan pembayaran oleh pemerintah tidak dibiarkan berlarut-larut, agar pelaku usaha dan konsumen tidak mengalami kerugian yang sangat besar.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI