Sidang Perdana Kasus Gagal Ginjal Misterius, Korban Harus Mendapat Keadilan
SinPo.id - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana kasus gagal ginjal akut pada anak yang disebabkan setelah mengonsumsi obat sirop beracun. Gugatan teregistrasi di PN Jakarta Selatan dengan nomor perkara 332/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL dengan penggugat adalah Eko Rachmat Saputro yang merupakan orang tua dari korban Raina Rahmawati (19 bulan).
Penasihat Hukum keluarga korban sekaligus Kuasa Hukum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Rusdianto Matulatuwa menjelaskan, agenda sidang perdana ini yakni pemeriksaan pihak-pihak dan mencocokan legal standing mereka. Dalam kesempatan tersebut, Majelis Hakim meminta pihak tergugat yang belum hadir untuk hadir pada persidangan selanjutnya.
“Poin-poin penting dalam perkara ini adalah bahwa diduga telah terjadi kelalaian yang dilakukan oleh pihak tergugat dalam penanganan Raina Rahmawati dari awal pemeriksaan di Puskesmas, hingga dinyatakan menjadi pasien gagal ginjal. Raina, saat ini harus berjuang menjalani cuci darah setelah mengonsumsi obat sirup beracun,” kata Rusdianto di PN Jakarta Selatan, Selasa, 3 Mei 2023.
Adapun pihak tergugat dalam perkara ini adalah Kementerian Kesehatan (tergugat I), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (tergugat II), PT Afi Farma (tergugat III), dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo (tergugat IV). Juga turut tergugat Kemenkes Cq Rumah Sakit Anak Dan Bunda Harapan Kita (turut tergugat I).
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq. Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Cq Rumah Sakit Bhayangkara Tk I R.Said Sukanto (turut tergugat II), Kementerian Keuangan Republik Indonesia (turut tergugat III).
Menurut Rusdianto, peredaran obat sirup beracun yang menyebabkan banyak anak-anak Indonesia mengalami gagal ginjal bahkan kehilangan nyawa tidak lepas dari kelalaian yang dilakukan para tergugat. Sebagai contoh, peredaran obat-obatan tersebut ditangani langsung oleh BPOM dan Kementerian Kesehatan.
“Kami ingin meminta pertanggungjawaban artinya ada yang ingin kami buktikan di persidangan telah terjadi kelalaian, terjadi ketidak hati-hatian bagaimana obat yang seharusnya menyembuhkan namun obat itu menjadi penyakit yang itu tidak bisa dipantau oleh orang yang punya kewenangan. Sehingga obat yang beredar tersebut menjadi sebuah racun,” ujarnya.
Hal ini diperkuat dengan argumentasi Komnas HAM yang telah mengeluarkan rekomendasi telah terjadi kelalaian dari Kementerian Kesehatan dan BPOM dalam kasus ini. Oleh karena itu, Rusdianto berharap Majelis Hakim akan memberikan putusan yang adil bagi korban dan pihak keluarga.
Rekomendasi tersebut semakin menegaskan bahwa posisi negara seharusnya memberikan perlindungan dan kenyaman bagi seluruh warga negara Indonesia. Negara harus bertanggungjawab pada seluruh korban dan penderita gagal ginjal anak.
“Kami melihat bahwa gugatan ini merupakan bagian dari suatu koreksi, pengawasan dari masyarakat langsung agar negara ini lebih bertanggungjawab dan lebih memberikan suatu jaminan baik kesehatan maupun kehidupan bagi warga negaranya sendiri,” tukasnya.