Pengacara Mangkir, Dua Kali KPK Batal Periksa Ricky Ham Pagawak
SinPo.id - Tim Penasihat Hukum Bupati nonaktif Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak (RHP) tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alhasil KPK batal memeriksa Ricky sebanyak dua kali.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, Ricky sedianya diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), pada Jumat 10 Maret 2023, kemarin.
"Tim Penyidik menjadwalkan pemeriksaan RHP sebagai Tersangka. Informasi yang kami terima, dua kali agenda pemeriksaan RHP sebagai Tersangka belum dapat dilakukan karena tidak hadirnya Tim Penasihat Hukum yang bersangkutan," kata Ali, dalam keterangannya, dikutip Sabtu 11 Maret 2023.
Ali mengatakan, Tim Penyidik sebelumnya telah menginformasikan mengenai agenda pemeriksaan Ricky sebagai Tersangka dan berharap agar Tim Penasihat Hukum maupun perwakilannya dapat hadir.
"Termasuk mengimbau RHP untuk juga menyampaikan agenda dimaksud," kata Ali.
KPK berharap Tim Penasihat Hukum Ricky dapat kooperatif untuk memenuhi panggilan penyidik pada agenda berikutnya.
"Karena ini adalah hak hukum Tersangka dan KPK menghormati hal tersebut sebagai bentuk pelaksanaan ketentuan hukum," tegas Ali.
Diketahui, Ricky Ham Pagawak resmi ditahan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait proyek pembangunan infrastruktur di Pemkab Mamberamo Tengah, Provinsi Papua.
Dalam perkara ini, KPK telah menyita banyak aset mewah selama proses penyidikan. Tim penyidik juga telah memeriksa sebanyak 110 orang sebagai saksi dalam kasus ini.
Adapun sejumlah aset yang disita selama proses penyidikan kasus ini, diantaranya berupa bidang tanah, apartemen hingga mobil mewah yang disita dari beberapa lokasi di wilayah berbeda-beda. Antara lain di Kota Jayapura, Provinisi Papua, Kota Tangerang, Provinsi Banten dan di Jakarta Pusat.
Dalam kontruksi perkara, Ricky Ham Pagawak diduga menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak, dan diduga juga dilakukan tindak pencucian uang untuk menyamarkan uang dari hasil korupsinya.
Sejauh ini, Ricky diduga menikmati sekitar Rp200 Miliar uang dugaan suap, gratifikasi dan TPPU. Hal ini terus didalami dan dikembangkan oleh Tim Penyidik.
Atas perbuatannya, Ricky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.