Banyak Catatan, Kebijakan Pembatasan Emisi Karbon PLTU Perlu Pembenahan

Laporan: Sinpo
Selasa, 07 Februari 2023 | 17:12 WIB
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga uap (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga uap (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -  Rencana ketentuan kuota emisi karbon yang diterapkan tahun ini menuai catatan kritis dari lembaga sipil peduli lingkungan Trend Asia. Kebijakan batasan emisi karbpn PLTU yang tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2022  itu memiliki sejumlah catatan mendasar dalam upaya mencapai target Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia pada 2030.

“Pemerintah menyebut, ada 99 PLTU yang masuk dalam fase pertama Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE). Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas, pemerintah seharusnya serius untuk segera membuka seluruh data emisi per pembangkit listrik batubara di Indonesia,” kata Peneliti dan Manajer Program Trend Asia, Andri Prasetiyo, selasa 7 Februari 2023.

Menurut Prasetiyo, tidak hanya untuk PLTU yang melebihi batas emisi saja, pemerintah juga harus membuka dasar kajian atas standar dan penentuan empat kategori Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE) pembangkit yang tertuang dalam Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2022.

Ia mengatakan publik berhak tahu secara menyeluruh dan dapat memeriksa mana PLTU yang paling banyak menghasilkan emisi karbon. Terutama melakukan pengawasan atas pembangkit yang diklaim pemerintah ramah lingkungan karena menggunakan teknologi terkini seperti supercritical atau ultra-supercritical.

“Apakah memang emisinya lebih rendah atau justru tidak, sebab di lapangan keluhan atas dampak PLTU tersebut masih sama,” ujar Prasetiyo menambahkan

Prasetiyo menyebut upaya dekarbonisasi nasional khususnya di sektor ketenagalistrikan tidak cukup dengan upaya parsial dan jangka pendek seperti pembatasan emisi PLTU dan penggunaan Clean Coal Technology. Pada praktiknya kebijakan itu tidak mampu menekan emisi secara signifikan dari PLTU batubara.

Trend Asia menyarankan agar pemerintah mengambil kebijakan lebih progresif yang berorientasi jangka panjang untuk memangkas emisi karbon Indonesia, yakni menghentikan penambahan PLTU batubara baru meski menggunakan CCT sekalipun atau mereorientasikannya menjadi proyek energi bersih terbarukan sebagai solusi dalam proses akselerasi transisi energi.

Lembaga itu juga menyoroti persoalan ketentuan PTBAE-PU untuk PLTU di luar wilayah usaha PLN yang baru akan ditetapkan pada Desember 2024 mendatang. Penetapan waktu yang tidak selaras antara PLTU milik PLN dengan PLTU swasta pada akhirnya akan membuat kebijakan ini menjadi tidak efektif.

“Tidak boleh ada perlakuan khusus bagi pembangkit swasta terkait dengan penetapan pembatasan emisi. Perbedaan waktu implementasi akan menjadi celah persoalan bagi pembangkit swasta untuk beroperasi di luar standar yang ditetapkan,” kata Prasetio menjelaskan.

Peneliti dan Manajer Program Trend Asia, Amalya Reza, mengingatkan agar PLN tidak mengategorikan solusi palsu co-firing biomassa sebagai bentuk offsetting tersebut.

“Jangan sampai implementasi co-firing biomassa dianggap sebagai aksi pengurangan emisi gas rumah kaca di PLTU, padahal itu solusi palsu,” kata Amalya.sinpo

Komentar: