Indeks Persepsi Korupsi Anjlok, Ini Tanggapan KPK

Laporan: Zikri Maulana
Rabu, 01 Februari 2023 | 13:35 WIB
Gedung KPK Jakarta/SinPo.id
Gedung KPK Jakarta/SinPo.id

SinPo.id -  Skor Corruption Perception Indexs (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun ini anjlok meraih skor 34/100 atau turun empat poin dari tahun 2021 dengan skor 38/100, dan menempatkan Indonesia pada ranking 110 dari 180 negara. 

Menanggapi hal ini, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mendorong penguatan komitmen dengan melakukan terobosan bersama seluruh pemangku kepentingan dalam pemberantasan korupsi. 

“Hasil ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dicarikan solusi jika tidak ingin keadaannya semakin buruk. Kita harus melakukan terobosan antar-seluruh pemangku kepentingan baik di pusat maupun daerah,” kata Pahala dalam keterangannya, Rabu 1 Februari 2023. 

Pahala mengatakan, dalam implementasinya, KPK menerapkan Trisula Strategi Pemberantasan Korupsi melalui pendekatan Strategi Pendidikan, Pencegahan, dan Penindakan. Adapun ketiga strategi tersebut dikolaborasikan bersama para pemangku kepentingan dan dukungan seluruh elemen masyarakat. 

Keberhasilan pelaksanaan ketiga strategi tersebut mensyaratkan pelibatan seluruh pemangku kepentingan. Mengingat pemberantasan korupsi adalah upaya panjang berkelanjutan yang menyentuh seluruh aspek dan tatanan kehidupan bernegara. 

"Butuh komitmen nyata dan terobosan-terobosan baru untuk menjawab berbagai tantangan dalam pemberantasan korupsi," katanya. 

Pada pengukuran CPI 2022, kata Pahala, KPK menyoroti indikator Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide yang skornya turun signifikan. 

“Ini menunjukan para pelaku usaha menghadapi risiko politik dalam berusaha di Indonesia. Maka untuk menekan risiko itu, butuh terobosan dan keinginan untuk bergerak dan berubah bersama-sama secara masif dengan meninggalkan ego sektoral,” ucapnya. 

Selain itu, lanjut Pahala, butuh terobosan perbaikan pada sektor pengadaan barang/jasa dan perizinan, pada level mikro. Data KPK menunjukkan modus korupsi pengadaan barang jasa tercatat sudah menyentuh angka 277 dan perizinan diangka 25 perkara. 

“Politisi, Kepala Lembaga, dan Kepala Daerah bisa menjadi pebisnis dan tidak ada aturan conflict of interest-nya. Sayangnya, tidak ada yang bergerak membuat perbaikannya,” katanya. 

Pada sektor politik, KPK juga memberikan catatan tingginya keterlibatan politisi dalam tindak pidana korupsi. KPK mengidentifikasi salah satu permasalahannya adalah minimnya pendanaan parpol. 

“KPK telah seringkali mendorong penambahan anggaran parpol agar lebih mandiri. Sehingga pemerintah bisa meminta pertanggungjawaban laporan keterbukaan dari setiap parpol,” ucapnya. 

Ia pun berharap harmonisasi berbagai kebijakan antar-kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah yang tumpang tindih. Agar pelaksanaan operasional di lapangan tidak lagi terhambat dan berpeluang menimbulkan potensi terjadinya korupsi. 

“Perbaikan-perbaikan ini akan memudahkan masyarakat untuk berusaha dan pada akhirnya akan menghidupkan iklim bisnis yang sehat,” kata Pahala. 

Selain itu, KPK juga menyampaikan pentingnya penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). KPK mencatat empat poin yang harus didorong perbaikannya, yaitu ketersediaan SDM, kewenangan, anggaran, dan kompetensi.

“Sekarang yang kita butuhkan adalah terobosan dan kerja bersama. KPK tidak bisa sendiri, perlu kerja extra ordinary dari seluruh pihak, hingga akhirnya kita bisa yakin CPI nantinya bisa kembali meningkat,” pungkasnya.

Lebih lanjut, kata Pahala, Turunnya skor CPI menjadi catatan bagi seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintahan, pelaku usaha, maupun masyarakat secara umum. 

"Upaya perbaikan bersama yang kolaboratif dan akseleratif diharapkan bisa menjadi komitmen dan terobosan baru dalam pemberantasan korupsi ke depannya. Sehingga bisa mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, dengan masyarakat yang berbudaya antikorupsi," tuturnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI